KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, kami tak henti-hentinya ucapkan atas terselesaikannya makalah ini. Tanpa ridho dan kasih sayang serta petunjuk darinya mustahil makalah ini dapat kami kerjakan dengan sebaik-baiknya. Lewat makalah ini kami mencoba memberikan sedikit pandangan dan gambaran mengenai Ikterik pada Bayi Baru Lahir.Mengingat tema yang kami angkat ini mempunyai pengaruh banyak bagi kehidupan khususnya pengetahuan utama bagi bidan untuk itulah kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihayang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan dorongan kepada kami dalam penyelesaian makalah ini. Adapun sebagian kecil pihak-pihak yang telah membantu kami antara lain:
1. Ibu Salis S.Si.T selaku dosen pembimbing ASKEB Neonatus .
2. Orang tua yang telah memberikan motivasi dan dukungan baik secara finansial, material,spiritual, selama penyusunan makalah ini
3. Teman-teman serta pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu
Atas bantuannya, bimbingan dan amal budi yang telah diberikan kepada
kami mendapat balasan yang sesuai dari Allah SWT.Akhirnya kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak lubang yang terliang dan masih banyak juga rongga yang terengah. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaannya makalah ini di kemudian hari.
Semoga makalah ini dapat di pergunakan dengan sebaik-baiknya.
Pati, Agustus 2009
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iiii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latarbelakang 1
2. Permasalahan 2
3. Tujuan 2
BAB II TINJAUAN TEORI
1. Pengertian 3
2. Etiologi dan Faktor Resiko 4
3. Klasifikasi 5
4. Patofisiologi 9
5. Tata Laksana 10
6. Terapi Sinar 13
BAB III PENUTUP
a. Kesimpulan 16
b. Saran 17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.
Keadaan bayi kuning (ikterus) sangat sering terjadi pada bayi baru lahir, terutama pada BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah). Banyak sekali penyebab bayi kuning ini. Yang sering terjadi adalah karena belum matangnya fungsi hati bayi untuk memproses eritrosit ( sel darah merah). Pada bayi usia sel darah merah kira-kira 90 hari. Hasil pemecahannya, eritrosit harus diproses oleh hati bayi. Saat lahir hati bayi belum cukup baik untuk melakukan tugasnya. Sisa pemecahan eritrosit disebut bilirubin, bilirubin ini yang menyebabkab kuning pada bayi.Kejadian ikterus pada bayi baru lahir (BBL) sekitar 50% pada bayi cukup bulan dan 75% pada bayi kurang bulan (BBLR). Kejadian ini berbeda-beda untuk beberapa negara tertentu, beberapa klinik tertentu di waktu tertentu. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam pengelolaan BBL ynag pada akhir-akhir ini mengalami banyak kemajuan.BBLR menjadi ikterus disebabkan karena sistem enzim hatinya tidak matur dan bilirubin tak terkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien 4-5 hari berlalu. Ikterus dapat diperberat oleh polisitemia, memar, infeksi, dan hemolisis.BBLR ini merupakan faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas, dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupan di masa depan.
2. PERMASALAHAN
Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena peningkatan bilirubin. Biasanya mulai tampak pada kadar bilirubin serum > 5 mg/dL. Ikterus biasanya fisiologis, namun pada sebagian kasus dapat menyebabkan masalah; yang paling ditakuti adalah ensefalopati bilirubin. Mengingat belum adanya definisi yang universal, maka diperlukan kesepakatan definisi, pendekatan diagnosis, serta tata laksana yang tepat.Berbagai teknik diagnostik telah digunakan untuk menilai ikterus pada bayi baru lahir. Pengukuran bilirubin serum dianggap sebagai metode paling tepercaya, tetapi memiliki keterbatasan karena bersifat invasif dan juga keterbatasan dalam hal peralatan dan biaya. Pemeriksaan langsung secara visual tidak dapat dipercaya sepenuhnya dan dapat menyebabkan kesalahan diagnosis. Metode pemeriksaan non-invasif lain seperti transcutaneus bilirubinometry (TcB) merupakan alternatif pemeriksaan (skrining) pengukuran bilirubin serum.Sampai saat ini belum ada keseragaman tata laksana ikterus neonatorum di Indonesia. Kadar serum bilirubin untuk memulai masing-masing jenis terapi (terapi sinar, transfusi tukar, obat-obatan) masih menjadi pertanyaan. Di satu sisi kelambatan terapi dapat berakibat buruk di masa datang, di lain sisi terapi yang berlebihan berarti menyia-nyiakan sumber daya yang tidak perlu.
3. TUJUAN
Untuk menambah pengetahuan, wawasan, dan keterampilan penulis dalam memberikan asuhan kebidanan pada BBL dengan BBLR dan Ikterus serta menerapkannya dalam bentuk manajemen asuhan kebidanan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Ikterus Neonaturum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir. Ikterus juga disebut Hiperbilirubinemia. Yang dimaksud ikterus pada BBL (bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin didalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning.(Ngastiyah,1997: 197)Ikterus pada bayi baru lahir terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan. Ikterus pada bayi baru lahir merupakan suatu gejala fisiologis atau dapat merupakan hal patologis. (Saifuddin, 2002: 381)
Ikterus atau warna kuning pada bayi baru lahir dalam batas normal pada hari ke2-3 dan menghilang pada hari ke-10. ikterus disebbkan hemolisis darah janin dan selanjutnya diganti menjadi darah dewasa. (Manuaba, 1998: 325)
Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh (Ilmu Kesehatan Anak Jilid I)
Ikterus (Jaundice) adalah perubahan warna kulit menjadi kuning akibat pewarnaan jaringan oleh bilirubin (Hellen Farrer, Perawatan Maternitas)
Ikterus adalah perubahan warna kulit atau sclera mata ( normal berwarna putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang fisiologis ( normal), terdapat pada 25-50% bayi yang lahir cukup bulan. Tapi juga bisa merupakan hal yang patologis ( tidak normal) misalnya berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis ( infeksi berat), penyumbatan saluran empedu dll. ( http:/ www.balitanet.or.id )
Ikterus adalah pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadi karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Disebut dengan hiperbilirubinemia apabila didapatkan kadar bilirubin dan darah > 5mg% (85µmol/L). (Pelatihan PONED Komponen Neonatal 28-30 Oktober 2004)
2. Etiologi dan Faktor Risiko
a. Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:
1) Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur lebih pendek.
2) Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) à penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.
3) Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim b glukuronidase di usus dan belum ada nutrien.
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis) dapat disebabkan oleh faktor/keadaan:2
1) Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus, defisiensi G6PD, sferositosis herediter dan pengaruh obat.
2) Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra uterin.
3) Polisitemia
4) Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir
5) Ibu diabetes
6) Asidosis
7) Hipoksia/asfiksia
8) Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik
b. Faktor Risiko
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:
1) Faktor Maternal
a) Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
b) Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
c) Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
d) ASI
2) Faktor Perinatal
a) Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
b) Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
3) Faktor Neonatus
a) Prematuritas
b) Faktor genetic
c) Polisitemia
d) Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
e) Rendahnya asupan ASI
f) Hipoglikemia
g) Hipoalbuminemia
3. Klasifikasi
Sebagai neonatus , terutama bayi prematur, menunjukkan gejala ikterus pada hari pertama. Ikterus ini biasanya timbul pada hari ke dua, kemudian menghilang pada hari ke sepuluh, atau pada akhir minggu ke dua. Bayi dengan gejala ikterus ini tidak sakit dan tidak memerlukan pengobatan,kecuali dalam pengertian mencegah terjadinya penumpukan bilirubin tidak langsung yang berlebihan Ikterus dengan kemungkinan besar menjadi patologik dan memerlukan pemeriksaan yang mendalam antara lain :
a. Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama
b. Bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg % per hari
c. Bilirubin melebihi 10mg% pada bayi cukup bulan
d. Bilirubin melebihi 15mg% pada bayi prenatur
e. Ikterus yang menetap sesudah minggu pertama
f. Ikterus dengan bilirubin langsung melebihi 1mg%pada setiap waktu.
g. Ikterus yang mempunyai hubungan dengan penyakit hemoglobin, infeksi,atau suatu keadaan patologik lain yang telah diketahui.
Ikterus Neonatorum dibagi menjadi:
a. Ikterus Patologik
Ikterus di katakan patologik jikalau pigmennya, konsentrasinya dalam serum, waktu timbulnya, dan waktu menghilangnya berbeda dari kriteria yang telah disebut pada Ikterus fisiologik. Walaupun kadar bilirubin masih dalam batas-batas fisiologik, tetapi klinis mulai terdapat tanda-tanda Kern Ikterus, maka keadaan ini disebut Ikterus patologik.
Ikterus patologik dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu :
1) Meningkatnya produksi bilirubin, sehingga melampaui batas kemampuan hepar untuk dikeluarkan.
2) Faktor-faktor yang menghalangi itu mengadakan obstruksi pengeluaran bilirubin.
3) Faktor yang mengurangi atau menghalangi kemampuan hepar untuk mengadakan konjugasi bilirubin.
b. Ikterus Hemolitik
Ikterus Hemolitik pada umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang disebut Erythroblastosis foetalis atau Morbus Haemolitik Neonatorum ( Hemolytic disease of the new born ). Penyakit hemolitik ini biasanya disebabkan oleh Inkompatibilitas golongan darah itu dan bayi.
1) Inkompatibilitas Rhesus
Penyakit ini sangat jarang terdapat di Indonesia. Penyakit ini terutama terdapat di negeri barat karena 15 % Penduduknya mempunyai golongan darah Rhesus negatif. Di Indonesia, dimana penduduknya hampir 100% Rhesus positif, terutama terdapat dikota besar, tempat adanya pencampuran penduduk dengan orang barat. Walaupun demikian, kadang-kadang dilakukan tranfusi tukar darh pada bayi dengan ikterus karena antagonismus Rhesus, dimana tidak didapatkan campuran darah denagan orang asing pada susunan keluarga orang tuanya.Bayi Rhesus positif dari Rhesus negatif tidak selamanya menunjukkan gejala klinik pada waktu lahir, tetapi dapat terlihat ikterus pada hari pertama kemudian makin lama makin berat ikterusnya, aisertai dengan anemia yang makin lama makin berat pula. Bila mana sebelum kelahiran terdapat hemolisis yang berat maka bayi dapat lahir dengan oedema umum disertai ikterus dan pembesaran hepar dan lien ( hydropsfoetalis ).Terapi ditujukan untuk memperbaiki anemia dan mengeluarkan bilirubin yang berlebihan dalam serum, agar tidak terjadi Kern Ikterus.
2) Inkompatibilitas ABO
Penderita Ikterus akibat hemolisis karena inkom patibilitas golongan darah ABO lebih sering ditemukan di Indonesia daripada inkom patibilitas Rh. Transfusi tukar darah pada neonatus ditujukan untuk mengatasi hiperbilirubinemia karena defisiensi G – 6 – PD dan Inkompatibilitas ABO.
Ikterus dapat terjadi pada hari pertama dan ke dua yang sifatnya biasanya ringan. Bayi tidak tampak sakit, anemianya ringan, hepar dan lien tidak membesar, ikterus dapat menghilang dalam beberapa hari. Kalau hemolisiinya berat, sering kali diperlukan juga transfusi tukar darah untuk mencegah terjadinya Kern Ikterus.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan ialah pemeriksaan kadar bilirubin serum sewaktu-waktu.
a) Ikterus hemolitik karena incompatibilitas golongan darah lain.
Selain inkompatibilitas darah golongan Rh dan ABO, hemolisis dapat pula terjadi bila terdapat inkompatibilitas darah golongan Kell, Duffy, MN, dan lain-lain. Hemolisis dan ikterus biasanya ringan pada neonatus dengan ikterus hemolitik, dimana pemeriksaan kearah inkimpatibilitas Rh dan ABO hasilnya negatif, sedang coombs test positif, kemungkinan ikterus akibat hemolisis inkompatibilitas golongan darah lain.
b) Penyakit hemolitik karena kelainan eritrosit kongenital.
Golongan penyakit ini dapat menimbulkan gambaran klinik yang menyerupai erytrhoblasthosis foetalis akibat isoimunisasi. Pada penyakit ini coombs test biasanya negatif. Beberapa penyakit lain yang dapat disebut ialah sperositosis kongenital, anemia sel sabit ( sichle – cell anemia ), dan elyptocytosis herediter.
c) Hemolisis karena diferensi enzyma glukosa-6-phosphat dehydrogenase ( G-6-PD defeciency ).
Penyakit ini mungkin banyak terdapat di indonesia tetapi angka kejadiannya belum di ketahui dengan pasti defisiensi G-6-PD ini merupakan salah satu sebab utama icterus neonatorum yang memerlukan transfusi tukar darah. Icterus walaupun tidak terdapat faktor oksigen, misalnya obat-obat sebagai faktor pencetusnya walaupun hemolisis merupakan sebab icterus pada defesiensi G-6-PD, kemungkinan besar ada faktor lain yang ikut berperan, misalnya faktor kematangan hepar.
c. Ikterus Obstruktiva
Obstruksi dalam penyaluran empedu dapat terjadi di dalam hepar dan di luar hepar. Akibat obstruksi itu terjadi penumpukan bilirubin tidak langsung dan bilirubin langsung.Bila kadar bilirubin langsung melebihi 1mg%, maka harus curiga akan terjadi hal-hal yang menyebabkan obstruksi, misalnya hepatitis, sepsis, pyelonephritis, atau obstruksi saluran empedu peningkatan kadar bilirubin langsung dalam serum, walaupun kadar bilirubin total masih dalam batas normal, selamanya berhubungan dengan keadaan patologik.Bisa terjadi karena sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati maupun luar hati. Akibatnya kadar bilirubin direk maupun indirek meningkat.Bila sampai dengan terjadi obstruksi ( penyumbatan ) penyaluran empedu maka pengaruhnya adalah tindakan operatif, bila keadaan bayi mengizinkan.
d. Kernicterus
Encephalopatia oleh bilirubin merupakan satu hal yang sangat di akui sebagai komplikasi hiperbirubinemia.Bayi-bayi yang mati dengan icterus berupa icterus yang berat, lethargia tidak mau minum, muntah-muntah, sianosis, opisthotonus dan kejang. Kadang gejala klinik ini tidak di temukan dan bayi biasanya meninggal karena serangan apnoea.Kernicterus biasanya di sertai dengan meningkatnya kadar bilirubintidak langsung dalam serum.Pada neonatus cukup bulan dengan kadar bilirubin yang melebihi 20 mg% sering keadaan berkembang menjadi kernicterus.Pada bayi primatur batas yang dapat di katakan cuman ialah 18 mg%, kecuali bila kadar albumin serum lebih dari 3gram%. Pada neomatus yang menderita hyipolia, asidosis, dan hypoglycaemia kernicterus dapat terjadi walaupun kadar bilirubin <16mg%. Pencegahan kernicterus ialah dengan melakukan transfusi tukar darah bila kadar bilirubin tidak langsung mencapai 20mg%
Pembagian Ikterus menurut Metode Kremer yang dilakukan dibawah sinar biasa(day light):
Derajat Ikterus Daerah Ikterus
Perkiraan Kadar Bilirubin
I
Daerah kepala dan leher
5,0 mg%
II
Sampai batas atas
9,0 mg%
III
Sampai badan bawah hingga tungkai
11,4 mg%
IV
Sampai daerah lengan, kaki bawah dan lutut 12,4 mg%
V
Sampai Daerah telapak tangan dan kaki.
16,0 mg%
4. Patofisiologi
Kurang lebih 80-85% bilirubin berasal dari penghancuran eritrosit tua. Sisanya 15-20% bilirubin berasal dari penghancuran eritrosit muda karena proses eritropuesis yang infektif disum-sum tulang, hasil metabolisme protein yang mengandung heme lain seperti sitokrom P-450 hepatik, katalase,peroksidase, mioglobin otot dan enzim yang mengandung heme dengan distribusi luas.Gangguan metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah satu dari keempat mekanisme ini, yaitu Over produksi, penurunan abilan hepatic, penurunan konjugasi hepatic, penurunan ekskresi bilirubin ke dalam empedu ( akibat disfungsi intrahepatik atau mekanik ekstrahepatik).
a. Over produksi
Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang sudah tua atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi bilirubin. Penghancuran eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia paling sering akibat hemolisis intravaskuler ( kelainan autoimun, mikroangiopati atau hemoglobinopati) atau akibat resorbsi hematom yang besar. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik.Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan sel hati. Akibatnya bilirubin tak terkonjugasi meningkat dalam darah. Karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air mak tidak dapat diekskresikan kedalam urine dan tidak terjadi bilirubinemia. Tetapi pembentukan urobilinogen meningkat yang mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam urine feces ( warna gelap).Beberapa penyebab ikterus hemolitik: Hemoglobin abnormal (cikle sel anemia ± hemoglobin). Kelainan eritrosit (sferositosis herediter), antibody serum ( Rh. Inkompatibilitas transfuse), obat-obatan.
b. Penurunan ambilan hepatic
Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan berikatan dengan protein penerima. Beberapa obat-obatan seperti asam flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi uptake ini.
c. Penurunan konjugasi hepatik
Terjadinya konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan oleh defisiensi enzim glukoronil transferase.
d. Penurunan bilirubin ke dalam empedu ( akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik)
5. Tata laksana
a. Ikterus Fisiologis
Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan terjadinya kernikterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada bayi yang sehat, dapat dilakukan beberapa cara berikut:
1) Minum ASI dini dan sering
2) Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO
3) Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan kontrol lebih cepat (terutama bila tampak kuning).Bilirubin serum total 24 jam pertama > 4,5 mg/dL dapat digunakan sebagai faktor prediksi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat pada minggu pertama kehidupannya. Hal ini kurang dapat diterapkan di Indonesia karena tidak praktis dan membutuhkan biaya yang cukup besar.
Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO)
1) Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus.Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir < 2,5 kg, lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis
2) Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs:
a) Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan terapi sinar.
b) Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya terapi sinar, lakukan terapi sinar
c) Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan penyebab hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring G6PD bila memungkinkan.
3) Tentukan diagnosis banding
Tata laksana Hiperbilirubinemia
Hemolitik
Paling sering disebabkan oleh inkompatibilitas faktor Rhesus atau golongan darah ABO antara bayi dan ibu atau adanya defisiensi G6PD pada bayi. Tata laksana untuk keadaan ini berlaku untuk semua ikterus hemolitik, apapun penyebabnya.
1) Bila nilai bilirubin serum memenuhi kriteria untuk dilakukannya terapi sinar, lakukan terapi sinar .
2) Bila rujukan untuk dilakukan transfusi tukar memungkinkan:
3) Bila bilirubin serum mendekati nilai dibutuhkannya transfusi tukar (tabel 4), kadar hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%) dan tes Coombs positif, segera rujuk bayi.
4) Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa dan tidak memungkinkan untuk dilakukan tes Coombs, segera rujuk bayi bila ikterus telah terlihat sejak hari 1 dan hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%).Bila bayi dirujuk untuk transfusi tukar:
a) Persiapkan transfer
b) Segera kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter dengan fasilitas transfusi tukar
c) Kirim contoh darah ibu dan bayi
d) Jelaskan kepada ibu tentang penyebab bayi menjadi kuning, mengapa perlu dirujuk dan terapi apa yang akan diterima bayi.
e) Nasihati ibu
5) Bila penyebab ikterus adalah inkompatibilitas Rhesus, pastikan ibu mendapatkan informasi yang cukup mengenai hal ini karena berhubungan dengan kehamilan berikutnya.
6) Bila bayi memiliki defisiensi G6PD, informasikan kepada ibu untuk menghindari zat-zat tertentu untuk mencegah terjadinya hemolisis pada bayi (contoh: obat antimalaria, obat-obatan golongan sulfa, aspirin, kamfer/mothballs, favabeans).
7) Bila hemoglobin < 10 g/dL (hematokrit < 30%), berikan transfusi darah.
8) Bila ikterus menetap selama 2 minggu atau lebih pada bayi cukup bulan atau 3 minggu lebih lama pada bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg atau lahir sebelum kehamilan 37 minggu), terapi sebagai ikterus berkepanjangan (prolonged jaundice).
9) Follow up setelah kepulangan, periksa kadar hemoglobin setiap minggu selama 4 minggu. Bila hemoglobin < 8 g/dL (hematokrit < 24%), berikan transfusi darah.
Ikterus Berkepanjangan (Prolonged Jaundice)
1) Diagnosis ditegakkan apabila ikterus menetap hingga 2 minggu pada neonatus cukup bulan, dan 3 minggu pada neonatus kurang bulan.
2) Terapi sinar dihentikan, dan lakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari penyebab.
3) Bila buang air besar bayi pucat atau urin berwarna gelap, persiapkan kepindahan bayi dan rujuk ke rumah sakit tersier atau senter khusus untuk evaluasi lebih lanjut, bila memungkinkan.
4) Bila tes sifilis pada ibu positif, terapi sebagai sifilis kongenital
6. Terapi Sinar
a. Mekanisme kerja
Bilirubin tidak larut dalam air. Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi. Juga terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya bernama lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma melalui empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonyugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang diekskresikan lewat urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin.
b. Terapi sinar konvensional
Menggunakan panjang gelombang 425-475 nm. Intensitas cahaya yang biasa digunakan adalah 6-12 mwatt/cm2 per nm. Cahaya diberikan pada jarak 35-50 cm di atas bayi. Jumlah bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari biru (F20T12), cahaya biru khusus (F20T12/BB) atau daylight fluorescent tubes. Cahaya biru khusus memiliki kerugian karena dapat membuat bayi terlihat biru, walaupun pada bayi yang sehat, hal ini secara umum tidak mengkhawatirkan. Untuk mengurangi efek ini, digunakan 4 tabung cahaya biru khusus pada bagian tengah unit terapi sinar standar dan dua tabung daylight fluorescent pada setiap bagian samping unit.
c. Teknik terapi sinar :
Persiapan Unit Terapi sinar
1) Hangatkan ruangan tempat unit terapi sinar ditempatkan, bila perlu, sehingga suhu di bawah lampu antara 38 0C sampai 30 0C.
2) Nyalakan mesin dan pastikan semua tabung fluoresens berfungsi dengan baik.
3) Ganti tabung/lampu fluoresens yang telah rusak atau berkelip-kelip (flickering)
4) Catat tanggal penggantian tabung dan lama penggunaan tabung tersebut.
5) Ganti tabung setelah 2000 jam penggunaan atau setelah 3 bulan, walaupun tabung masih bisa berfungsi.
6) Gunakan linen putih pada basinet atau inkubator, dan tempatkan tirai putih di sekitar daerah unit terapi sinar ditempatkan untuk memantulkan cahaya sebanyak mungkin kepada bayi.
d. Pemberian Terapi sinar
1) Tempatkan bayi di bawah sinar terapi sinar.
2) Bila berat bayi 2 kg atau lebih, tempatkan bayi dalam keadaan telanjang pada basinet. Tempatkan bayi yang lebih kecil dalam inkubator.
3) Letakkan bayi sesuai petunjuk pemakaian alat dari pabrik.
Tutupi mata bayi dengan penutup mata, pastikan lubang hidung bayi tidak ikut tertutup. Jangan tempelkan penutup mata dengan menggunakan selotip.Balikkan bayi setiap 3 jam.Pastikan bayi diberi makan:
4) Motivasi ibu untuk menyusui bayinya dengan ASI ad libitum, paling kurang setiap 3 jam.Selama menyusui, pindahkan bayi dari unit terapi sinar dan lepaskan penutup mata.Pemberian suplemen atau mengganti ASI dengan makanan atau cairan lain (contoh: pengganti ASI, air, air gula, dll) tidak ada gunanya.
5) Bila bayi menerima cairan per IV atau ASI yang telah dipompa (ASI perah), tingkatkan volume cairan atau ASI sebanyak 10% volume total per hari (tabel 3) selama bayi masih diterapi sinar .
6) Bila bayi menerima cairan per IV atau makanan melalui NGT, jangan pindahkan bayi dari sinar terapi sinar .Perhatikan: selama menjalani terapi sinar, konsistensi tinja bayi bisa menjadi lebih lembek dan berwarna kuning. Keadaan ini tidak membutuhkan terapi khusus.Teruskan terapi dan tes lain yang telah ditetapkan:
7) Pindahkan bayi dari unit terapi sinar hanya untuk melakukan prosedur yang tidak bisa dilakukan di dalam unit terapi sinar .
8) Bila bayi sedang menerima oksigen, matikan sinar terapi sinar sebentar untuk mengetahui apakah bayi mengalami sianosis sentral (lidah dan bibir biru).Ukur suhu bayi dan suhu udara di bawah sinar terapi sinar setiap 3 jam. Bila suhu bayi lebih dari 37,5 0C, sesuaikan suhu ruangan atau untuk sementara pindahkan bayi dari unit terapi sinar sampai suhu bayi antara 36,5 0C - 37,5 0C.Ukur kadar bilirubin serum setiap 24 jam, kecuali kasus-kasus khusus.
9) Hentikan terapi sinar bila kadar serum bilirubin < 13mg/dL
10) Bila kadar bilirubin serum mendekati jumlah indikasi transfusi tukar (tabel 4), persiapkan kepindahan bayi dan secepat mungkin kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter untuk transfusi tukar. Sertakan contoh darah ibu dan bayi.Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa, hentikan terapi sinar setelah 3 hari.Setelah terapi sinar dihentikan:
11) Observasi bayi selama 24 jam dan ulangi pemeriksaan bilirubin serum bila memungkinkan, atau perkirakan keparahan ikterus menggunakan metode klinis.
12) Bila ikterus kembali ditemukan atau bilirubin serum berada di atas nilai untuk memulai terapi sinar , ulangi terapi sinar seperti yang telah dilakukan. Ulangi langkah ini pada setiap penghentian terapi sinar sampai bilirubin serum dari hasil pemeriksaan atau perkiraan melalui metode klinis berada di bawah nilai untuk memulai terapi sinar.Bila terapi sinar sudah tidak diperlukan lagi, bayi bisa makan dengan baik dan tidak ada masalah lain selama perawatan, pulangkan bayi.Ajarkan ibu untuk menilai ikterus dan beri nasihat untuk membawa kembali bayi bila bayi bertambah kuning.
e. Komplikasi Terapi Sinar
Komplikasi terapi sinar umumnya ringan, sangat jarang terjadi dan reversibel.
f. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas terapi sinar:
Intensitas radiasi, kurva spektrum emisi dan luas tubuh bayi yang terpapar. Intensitas cahaya yang diperlukan 6-12 nm. Terdapat hubungan antara dosis dengan degradasi bilirubin sampai dosis saturasi tercapai.
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Ikterus adalah perubahan warna kulit atau sclera mata ( normal berwarna putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang fisiologis ( normal), terdapat pada 25-50% bayi yang lahir cukup bulan. Tapi juga bisa merupakan hal yang patologis ( tidak normal) misalnya berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis ( infeksi berat), penyumbatan saluran empedu dll.
Ikterus Neonatorum dibagi menjadi:
a. Ikterus Fisiologis
1) warna kuning akan timbul pada hari ke 2 atau hari ke 3.
2) Tidak mempunyai dasar patologis.
3) Kadarnya tidak melampuai kadar yang membahayakan.
4) Tidak mempunyai potensi menjadi kern-ikterus.
5) Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
b. Ikterus Patologis
1) Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan; serum bilirubin total lebih dari 12 mg/dl.
2) Peningkatan kadar bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam.
3) Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg% pada bayi kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan.
4) Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G-6-PD dan sepsis).
5) Bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl atau kenaikan bilirubin serum 1 mg/dl/jam atau lebih 5 mg/dl/hari.
6) Ikterus menetap sesudah bayi umur 10 hari ( bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada BBLR.
Penanganan pada bayi Ikterus:
a. Memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi
1) Beri minum sesuai dengan kebutuhan.
Makanan yang paling utama dan sesuai untuk bayi baru lahir adalah ASI. Oleh sebab itu, berilah ASI pada bayi sesering mungkin.
2) Jika bayi dapat menyusui, berilah ASI eksklusif lebih sering.
3) Jika bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI melalui piapa nasogastrik atau dengan gelas dan sendok.
4) Perhatikan juga frekuensi BAB dan BAK bayi untuk menghindari terjadinya dehidrasi.
b. Beri theraphy sinar untuk bayi yang dirawat di Rumah Sakit, dan jemur bayi dibawah sinar matahari pagi sekitar jam 7-jam8 pagi setiap hari selama 15 menit bayi telungkup dan 15 menit bayi telentang.
c. Jika kondisi tubuh keluarga atau tamu sedang sakit, jangan dekat bayi dahulu, sebab bayi sangat rentan terhadap penyakit.
d. Mengusahakan agar bayi tidak kepanasan atau kedinginan.
e. Cegah infeksi seminimal mungkin.
Langkah Promotif dan perventif yang dapat kita lakukan agar ikterus ini tidak terjadi yaitu:
a. Menghindari penggunaan obat pada ibu hamil yang dapat mengakibatkan ikterus (sulfa,anti malaria, nitro furantio, aspirin).
b. Penanganan keadaan yang dapat mengakibatkan BBLR.
c. Penanganan infeksi maternal, ketuban pecah dini secara tepat dan cepat.
d. Penanganan asfiksia adan trauma persalinan dengan tepat.
e. Pemenuhan kebutuhan nutrisi bayi baru lahir dengan ASI dini dan eksklusif.
2. Saran
Bagi Mahasiswa
Dalam penetapan manajemen kebidanan diharapkan mahasiswa dapat melakukan pengkajian yang lebih lengkap untuk mendapatkan hasil yang optimal dan mampu memberikan asuhan yang kompeten bagi pasien. Mahasiswa juga diharapkan dapat mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya selama proses pembelajaran di lapangan.
Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan bimbingan yang seoptimal mungkin dari pendidik lapangan dalam membimbing mahasiswa di lapangan dalam memberikan asuhan kebidanan dan keperawatan bagi pasien sehingga mahasiswa dapat mengevaluasikan teori dan praktek yang telah diperolehnya.
DAFTAR PUSTAKA
FKUI .1985. Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Jakarta: EGC
Manuaba, Ida Bagus Gde. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FKUI
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Pelatihan PONED Komponen Neonatal 28-30 Oktober 2004)
Saifudin, Sbdul Bari. 2002. Buku Acuan National Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: JNPKKR-POGI
Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Salman. 2006. Asuhan Antenatal. Jakarta: EGC
www.balitanet.or.id
www.Hello word.co.id
Kamis, 27 Agustus 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar