Jumat, 13 Maret 2009

penyakit kongenital dan penatalaksanaanya

PENYAKIT KONGENITAL DAN PENATALAKSANAANYA

Obstruksi Biliaris

obstruksi billiaris adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
Diagnosis ikterus bedah atau obstruksi bilier umumnya dapat ditegakkan dengan anamnesis lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti serta tes laboratorium. Walaupun demikian, sarana penunjang imaging yang non-invasif seperti ultrasonografi; CT Sean abdomen dan yang invasif seperti percutaneous transhepa- tic cholangiography (PTC), endoscopic retrograde cholangio pancreatography (ERCP) sering diperlukan untuk menentukan letak, kausa dan luas dari lesi obstruksinya. Dengan kemajuan yang pesat di bidang endoskopi gastro- intestinal maka ERCP telah berkembang dari satu modalitas dengan tujuan diagnosis menjadi tujuan terapi pada ikterus bedah

Penyakit ini mencakup gejala ikterus dan febris yang intermiten.
Pembesaran hati. Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler).
Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kasus ikterus bedah telah banyak mengalami perubahan berkat perkembangan pesat di bidang endoskopi terapeutik dan radiologi intervensional. Pemilihan prosedur terapi yang tepat pada ikterus bedah (operatif, radiologik, endoskopik) tergantung dari diagnosis etiologi, luasnya lesi, adanya penyulit lain, fasilitas dan ketrampilan setempa. Pada sejumlah pasien ikterus bedah yang mempunyai risiko tinggi dapat dilakukan "ERCP terapeutik". Prinsip dari ERCP
terapeutik adalah memotong sfingter papila Vateri dengan kawat yang dialiri arus listrik sehingga muara papila menjadi besar (spingterotomi endoskopik).

Kebanyakan tumor ganas yang menyebabkan obstruksi biliaris sering sekali inoperabel pada saat diagnosis ditegakkan.Tindakan operasi yang dilakukan biasanya paliatif dengan membuat anastomosis bilio-digestif. Pada penderita dengan usia lanjut atau dengan penyulit operasi, drainase bilaer dapat dilakukan dengan ERCP terapeutik yaitu memasang endoprostesis parendoskopik. Prinsip dari teknik ini adalah setelah dilakukan small sphingterotomy kemudian dimasukkan prostesis yang terbuat dari tenon dengan bantuan guide wire melalui papila Vateri ke dalam duktus koledokus sehingga ujung proksimal prostesis terletak di bagian proksimal dari lesi obstruksi dan ujung distal terletak di duodenum. Dengan cara ini akan diperoleh drainase empedu internal melalui endosprotesis yang mempunyai lubang- lubang di sampingnya (side holes). Pemasangan endoprotesis perendoskopik pada keganasan yang inoperabel sudah menjadi pilihan sarana terapi.

Omfalokel

Omfalokel yaitu hernia umbilikalis inkomplet terdapat waktu lahir ditutup oleh peritonium, selai Warton dan selaput amnion. Hernia ini dapat menonjol kedalam tali pusat, disebut hernia ke dalam tali pusat. Diduga hernia ini terjadi dari omfalokel kecil yang mengalami epitelisasi intrauterine. Hernia berbentuk oval atau bulat dengan penampang 2¬3 cm, lehernya sempit dan berisi mid gut.
 Hernia umbilikalis pada bayi dan anak terjadi karena defek fasia di daerah umbilikus dan manifestasinya terjadi setelah lahir. Waktu lahir pada fasia terdapat celah yang hanya dilalui tali pusat. Setelah pengikatan, puntung tali pusat sembuh dengan granulasi dan epitelisasi terjadi dari pinggir kulit sekitarnya. 
Waktu lahir banyak bayi dengan hernia umbilikalis karena defek yang tidak menutup sempurna dan linea alba tetap terpisah. Pada bayi prematur defek ini lebih sering ditemukan. Defek ini cukup besar untuk dilalui peritoneum; bila tekanan intraabdomen meninggi, peritoneum dan kulit akan menonjol dan berdekatan. Penampang defek kurang 1 cm, 95% dapat sembuh spontan, biladefeklebih 1,5 cm jarang me- nutup spontan. Defek kurang 1 cm waktu lahir dapat menutup spontan pada umur 1¬2 tahun
Pada kebanyakan kasus, cincin hernia mengecil setelah umur beberapa tahun, hernia hilang spontan dan jarang sekali residif. Penutupan defek terjadi perlahan lah kira-kira 18% setiap bulan. Bila defek lebih besar, penutupan lebih lama dan beberapa hernia tidak hilang spontan. Hernia yang besar sekali menimbulkan gangguan pada anak dan ibu sehingga perlu operasi lebih cepat
Hernia umbilikalis biasanya tanpa gejala, jarang yang mengeluh nyeri. Diagnosis tidak sukar yaitu dengan adanya defek pada umbilikus. Diagnosis banding bila ada defek supra-umbilikus dekat dengan defek umbilikus dengan penonjolan Lernak preperitonial yang dirasakan tidak enak

Penatalaksanaan

Pengobatan adalah expectant therapy. Defek kecil dengan penonjolan minimal pada semua anak sebaiknya diamati sampai umur prasekolah atau sampai timbulnya gangguan emosional. Pada hernia yang besar tanpa gangguan emosional pada anak atau orang tua dapat ditunggu sampai sembuh spontan, atau dioperasi. 
Pengobatan konservatif dengan strapping masih belum disepakati. Menurut Rains dan Ritchie penyembuhan spontan lebih cepat dengan memakai Strapping plester melingkari perut untuk mendekatkan kulit dan otot. Sedangkan menurut Swen- son sulit menentukan apakah strapping umbilikus dapat membantu proses penutupan defek secara alamiah. Biasanya penderita merasa tidak enak dengan masuknya usus ke dalam kantong hernia. Paling tidak hal ini dapat dicegah dengan strapping. Menurut Kottinier strapping tidak bermanfaat untuk mencegah herniasi, malah dapat menutupi tanda-tanda inkarserasi dan menimbulkan iritasi ku1it. Operasi dianjurkan bila terdapat keadaan berikut: •Defek fasia lebih dari 1 cm, umur pada wanita lebih 2 tahun dan pada pria Iebih dari 4 tahun. 
• Bila terjadi inkarserasi atau strangulasi
• Bila defek hernia 1 jan longgar pada usia 6 tahun. 
• Bila kantong besar dan kulit tipis dipertimbangkan operasi karena kemungkinan ruptur
• Bila anak sering kesakitan waktu hernia menonjol, sedangkan Strapping tidak mungkin karena ada kelainan kulit atau ada riwayat inkarserasi. 
• Hernia yang besar sekali mengganggu ibu dan anak
• Bila selama observasi defek membesar atau menetap atau bertambah besar setelah umur 4 tahun


Hernia Diafragmatika

Hernia isi perut kedalam rongga dada bisa terjadi sebagai akibat defek trauma / congenital pada diafragma. gajala dan prognosisnya tergantung pada lokasi defek / anomaly yang menyertainya. sebagian besar bayi dengan hernia kongenital diafragmatika ( HKD ) mengalami distress respirasi berat dalam usia beberapa jam pertama. sekelompok kecil akan muncul setelah masa neonatus penderita dengan manifestasi terlambat dapat mengalami muntah sebagai akibat obstruksi usus atau gejala respirasi ringan. 

Penatalaksanaan

Tersedianya oksgen korpreal membran, penggunaan stabilisasi prabedah dan kemajuan pada terapi rahim maupun rangsangan utama pada terapi agresif. dulu hernia diafragmatika dipertimbangkan suatu operasi gawat darurat, dengan operasi pengurangan segera memberikan hasil yang optimal pada bayi ini.

Atresia Duodeni

Atresia duodenum diduga timbul dari kegagalan rekanalisasi lumen setelah fase padat pada perkembangan usus selama masa kehamilan minggu keempat dan kelima. penyebab obstruksi yang tidak lazim adalah jaringan “ windsock”, yakni suatu flap jaringan yang dapat mengembang yang terjadi karena anomaly saluran empedu. sindrom down terjadi pada 20 – 30 % penderita atresia duodenum. bentuk dari atresia duodenum meliputi atresia obstruksi lama oleh membrane utuh tali fibrosa yang menghubungkan dua ujung kantong duodenum yang tidak bersambung. tanda obstruksi duodenum adalah muntah yang mengandung empedu tanpa perut kembung, biasanya terjadi hari pertama setelah lahir. gelombang peristaltic mungkin terlihat pada awal proses penyakit ini. ada riwayat polihidramnion pada pertengahan kehamilan. ikterik tampak pada sepertiga bayi.

Penatalaksanaan

Pengobatan awal bayi dengan atrersia duodenum meliputi dekompresi naso atau orogastrik dengan pergantian cairan secara intravena. elektrokardiogram dan foto rontgen dada sereta tulang belakang harus dilakukan untuk mengevaluasi anomaly yang lain. operasi perbaikan atresia duodenum yang biasa adalah deudenoduodenostomi. pipa gastrotomi boleh dipasang untuk mengalirkan lambung dan melindungi jalan nafas. dukungan nutrisi intravena atau pipa jejenum transanastomosis diperlukan sampai bayi mulai makan peroral.




Ensefolakel

ensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak. 
ensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama perkembangan janin.

gejalanya berupa: 
- hidrosefalus 
- kelumpuhan keempat anggota gerak (kuadriplegia spastik) 
- gangguan perkembangan 
- mikrosefalus 
- gangguan penglihatan 
- keterbelakangan mental dan pertumbuhan 
- ataksia 
- kejang. 
beberapa anak memiliki kecerdasan yang normal. 
ensefalokel seringkali disertai dengan kelainan kraniofasial atau kelainan otak lainnya. 


Penatalaksanaan

biasanya dilakukan pembedahan untuk mengembalikan jaringan otak yang menonjol ke dalam tulang tengkorak, membuang kantung dan memperbaiki kelainan kraniofasial yang terjadi.untuk hidrosefalus mungkin perlu dibuat suatu shunt. pengobatan lainnya bersifat simtomatis dan suportif.





DAFTAR PUSTAKA

Ismael soyan, Makrum a.h, dkk. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. Jakarta : FKUI

Nelson. 1990. Ilmu Kesahata Anak Edisi 12 volume 1 . Jakarta : EGC

Nelson .1990. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 12 volume 3. Jakarta : EGC

Tidak ada komentar: