Jumat, 23 Oktober 2009

PERDARAHAN HAMIL TUA A.PLASENTA PREVIA

PERDARAHAN HAMIL TUA
A.PLASENTA PREVIA
Definisi
Plasentaprevia ialah plasenta yang letaknya abnormal,
yaitu pads segmen bawah rahim sehingga dapat menutupi se-
bagian atau seluruh ostium uteri intemum.
Faktor Predisposisi
1.Multiparitas dan umur lanjut (> 35 tahun)
60 Cermin Dania Kedokteran, Edisi Khusus No. 80, 1992
2.Defek vaskularisasi desicua oleh peradangan dan atrofi
3.Cacat/jaringan parut pads endometrium oleh bekas-bekas
pembedahan (SC, kuret, dan lain-lain)
4.Khorion leve persistens
5.Korpus luteum bereaksi terlambat
6.Konsepsi dan nidasi terlambat
7.Plasenta besar pads hamil ganda dan eritropblastosis atau
hidrops fetalis.
Klasifikasi Klinis
1.Plasenta previa totalis : seluruh ostium uteri intemum ter-
tutup oleh plasenta.
2.Plasenta previa lateralis/parsialis : sebagian ostium uteri
intemum tertutup oleh plasenta.
3.Plasenta previa marginalia : pinggir bawah plasenta berada
tepat pada pinggir ostium uteri intern urn.
Insidens
Satu di antara 125 persalinan terdaftaran (0,8%) di RSCM
Jakarta pada tahun 1971 - 1975, sedangkan di RS Dr. Pirngadi
Medan 2,64% atau 1 diantara 38 persalinan.
Gejala Klinis
1)Gejala utama plasenta previa adalah perdarahan tanpa
sebab, tanpa rasa nyeri dan biasanya berulang (painless, cause-
less, recurrent bleeding), darahnya berwarna merah segar.
2)Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai
kelainan letak janin.
3)Perdarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak
dan tidak fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya,
sehingga pasien sempat dikirim ke rumah sakit. Tetapi per-
darahan berikutnya (recurrent bleeding) biasanya lebih banyak.
4)Janin biasanya masih baik.

Diagnosis
1)Gejala klinis
2)Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
3)Periksa dalam di atas meja operasi; infus atau transfusi darah
telah dipasang (double set up) :
a)Inspekulo (pemeriksaan dengaqn sepkillum)
b)Meraba forniks, mulai dari forniks posterior, apa ada ter-
aba tahanan lunak (ban talan) an tara bagian terdepan janin dengan
jari kita.
c)Jan dimasukkan hati-hati kedalam ostium uteri internum
(intraservikal) untuk meraba adanya jaringan plasenta.
Pananganan
Semua pasien dengan perdarahan pervaginam pada ke-
hamilan trimester ke tiga, dirawat di rumah sakit tanpa periksa
dalam (toucher vagina). Bila pasien dalam keadaan syok karena
perdarahan yang banyak, hams segera diperbaikan keadaan
umumnya dengan pemberian infus atau transfusi darah.
Selanjutnya penanganan plasenta previa tergantung ke-
pada :
- keadaan umum pasien, kadar Hb
- jumlah perdarahan yang terjadi
- umur kehamilan/taksiran BB janin
- jenis plasenta previa
- paritas dan kemajuan persalinan.
1.Penanganan Ekspektatif
Kriteria :
-Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
-Perdarahan sedikit
-Belum ada tanda-tanda persalinan
-Keadaan umum pasien baik, kadar Hb 8 gr% atau lebih
Rencana penanganan :
- Istirahat baring mutlak
- Infus Dextrose 5% dan elektrolit
- Spasmolitik, tokolitik, plasentotropik, roboransia
- Periksa Hb, HCT, COT, golongan darah
Pemeriksaan USG
Awasi perdarahan terus menerus, tekanan darah (tensi),
nadi dan denyut jantung janin
- Apabila ada tanda-tanda plasenta previa, tergantung ke-
adaan, pasien dirawat sampai kehamilan 37 minggu, selanjutnya
penanganan secara aktif.
2.Penanganan Aktif :
Kriteria :
- Umur kehamilan (masa gestasi) >37 minggu, BB janin >
2500 gram
Perdarahan banyak, 500 ml atau lebih
Ada tanda-tanda persalinan
- Keadaan umum pasien tidak baik, ibu anemik, Hb < 8%.
Untuk menentukan tindakan selanjutnya, SC atau partus
pervaginam, dilakukan pemeriksaan dalam (VT) di kamarbedah,
infus/tranfusi darah sudah dipasang. Umumnya dilakukan SC.
Partus pervaginam dilakukan pads plasenta previa marginalis
dan enak sudah meninggal. Tetapi bila perdarahan banyak,
segera SC.
Tindakan versi Braxton Hicks dengan pemberat atau pe-
masangan cunam Willet-Gausz dengan pemberat untuk meng-
hentikan perdarahan (kompresi atau tamponade bokong dan
kepala janin terbadap plasenta) hanya dilakukan pads keadaan
darurat, anak masih kecil atau sudah mati, dan tidak ada fasilitas
untuk melakukan operasi.
Komplikasi
1.Perdarahan dan syok
2.Infeksi
3.Laserasi serviks
4.Plasenta akreta
Prognosis
Ibu :
Dengan adanya fasilitas diagnose dini (USG), transfusi
darah, tehnik anestesi dan operasi yang baik dengan indikasi SC
yang lebih liberal, prognosis ibu cukup baik. Prognosis kurang
balk jika penolong melakukan VT di luar rumah sakit dan
mengirim pasien sangat terlambat dan tanpa infus.
Anak
Kamatian janin umumnya disebabkan prematuritas.
B.SOLUSIO PLASENTA
Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letak-
nya normal sebelum janin lahir.
Insidens
Berkisar diantara 1 per 78 sampai 206 persalinan. Di RSCM
Jakarta (1968 - 1971) : 2,1% dari seluruh persalinan.
Etilogi/Faktor Predisposisi
1.Hipertensi dalam kehamilan (penyakit hipertensi menahun,
preeklamsia, eklamsia)
2.Multiparitas, umur ibu yang tua
3.Tali pusat pendek
4.Uterus yang tiba-tiba mengecil (hidramnion, gemelli anak
ke-2)
5.Tekanan pads vena cava inferior
6.Defisiensi gizi, defisiensi asam folat
7Trauma.
Klasifikasi Klinis
1.A.Solusio plasenta ringan
B. Solusio plasenta sedang
C. Solusio plasenta berat
2.A.Solusio plasenta totalis : plasenta terlepas seluruhnya
B.Solusio plasenta partialis : plasenta terlepas sebagian.
3.A.Perdarahan tersembunyi/terselubung (concealed) : 20%
B. Perdarahan keluar pervaginam (revealed) " 80%.
Gejala klinik (Klasik)
1.Perdarahan pervaginam disertai rasa nyeri di perut yang
terus menerus, wama darah merah kehitaman.
Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 80, 1992
61

2.Uterus tegang seperti papan (uterus enbois, wooden uterus).
3.Palpasi janin sulit
4.Auskultasi djj sering negatif
5.KU pasien lebih buruk dari jumlah darah yang keluar
6.Sering terjadi renjatan (hipobvolemik dan neurogenik)
7.Pasien kelihatan pucar, sejak, gelisah dan kesakitan.
Catalan :
Pada gejala solusio plasenta ringan
dengan
gejala tidak menonjol,
harur
hati-
hati,
kerena
anak
bisa mati.
Diagnosis
1.Gejala klinis
2.Periksa dalam (VT) : ketuban menonjol walaupun tidak ada
his
3.Pemeriksaan USG
4.Plasenta kelihatan cekung atau lebih tipis di tempat adanya
hematom (diagnopsa setelah plasenta lahir).
Penanganan
1. Pasien dirawat di rumah sakit, istirahat baring, mengukur
keseimbangan cairan.
2. KU segera diperbaiki segera diberikan infus dan transfusi
darah segar.
3. Pemeriksaan laboratorium : Hb, HCT, COT, golongan
darah, kadar fibrinogen plasma, urine lengkap, fungsi ginjal.
4. Jika anak hidup dan sudah viable, dilakukan SC.
5. Pasien gelisah dan mengerang kesakitan, diberikan suntikan
analgetika (petidin, morfin).
6. Persalinan dipercepat denganamniotomi danoksitosin drips.
7. Jika dalam 6 jam persalinan belum selesai, dilakukan SC.
8. a. Bila sudah terjadi gangguan pembekuan darah (COT)
> 30 menit), diberikan darah segar dalam jumlah besar, kalau
perlu fibrinogen intravena, monitor berkala dengan pemeriksaan
COT dan Hb.
b. Jika KU pasien kurang baik dengan kadar Hb yang rendah
(< 8 g%) dengan fasilitas transfusi darah yang sangat terbatas,
pertimbangkan untuk SC histerektomi atau operasi PORRO.
c. Couvelaire uterus dengan atonia dilakukan histerektomi.
Komplikasi
a) Yang terjadi segera (immediate) adalah perdarahan dan
renjatan.
b) Yang terjadi kemudian (delayer) :
1) Uterus couvelaire = utero=placental-apoplexy
2) Gangguan pembekuan darah (hipo atau a-fibrinogenemi,
DIC)
3) Gagal ginjal akut :
-- rental cortical necrosis
-- Lower nephron necrosis dengan gejala proteinuria, oliguria
dan nauria.
6) Infeksi pelbvis.
7) sinfrom Sheehan (nekrose kelenjar hipofise).
Prognosis
Mu:
Baik, kalau persalinan sudah selesai dalam batas waktu 6
jam sejak saat mulai terjadinya keadaan patologik solusio plasenta
62
Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 80, 1992
dan pasien segera mendapat transfusi darah segar.
Anak
Pada solusio plasenta berat, 100% janin mengalami ke-
matian; pads solusio plasenta ringan dan sedang, kematian
janin tergantung pada luasnya plasenta yang terlepas, umur
kehamilan dan cepatnya pertolongan.
PERDARAHAN POSTPARTUM
Definisi
Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500
ml atau lebih, sesudah anak lahir.
Klasifikasi Klinis
1) PerdarahanPascaPersalinan Dini (Early Postpartum Haemor
rhage, atau Perdarahan Postpartum Primer, atau Perdarahan
Pasca Persalinan Segera).
2) Perdarahan masa nifas (PPH kasep atau Perdarahan Persali-
nan Sekunder atau Perdarahan Pasca Persalinan Lambat, atau
Late PPH).
Insidens
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan (1965 - 1969) : 5,1%.
Etiologi
1. Atonia uteri (> 75%)
2. Robekan (laserasi, luka) jalan lahir
3. Retensio plasenta dan sisa plasenta
4. Gangguan pembekuan darah (koagulopati)
Catalan :
Kemungkinan
penyebab perdarahan
yang
lain dalam persalinanseperti :
inver-
iso uteri, perlukan
vulva
(hematoma, robekan perineum/luka episiotomi), per-
lukan vagina (kolpaporrhexis dan lain-lain), perlu mendapat perhatian.
Predisposisi
atonia uteri :
1) Grandemultipara
2) Uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak
sangat besar (BB > 4000 gram).
3) Kelainan uterus (uterus bicornis, mioma uteri, bekas op-
erasi).
4) Plasenta previa dan solutio plasenta (perdarahan antepar-
turn).
5) Partus lama (exhausted mother).
6) Partus precipitatus.
7) Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis).
8) Infeksi uterus.
9) Anemi berat.
10) Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan
(induksi partus).
11) Riwayat PPH sebelumnya atau riwayat plasenta manual.
12) Pimpinan kala III yang salah, dengan memijit-mijit dan
mendorong-dorong uterus sebelum plasenta terlepas.
13) IUFD yang sudah lama, penyakit hati, emboli air ketuban
(koagulopati).
14) Tindakan operatif dengan anestesi umum yang terlalu
dalam.
Gejala Klinis
1) Perdarahan pervaginam yang terus menerus setelah bayi
lahir.
2) Pucat, mungkin ada tanda-tanda syok, tekanan darah rendah,
denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual,
dan lain-lain).
Diagnosis
1) Berdasarkan gejala klinis :
a) Perdarahan yang langsung terjadi setelah anak lahir tetapi
plasenta belum lahir.'Biasanya disebabkan oleh robekan jalan
lahir. Warna darah merah segar.
b) Perdarahan setelah plasenta lahir, biasanya disebabkan oleh
atonia uteri.
2) Palpasi uterus : fundus uteri tinggi di atas pusat, uterus
lembek, kontraksi uterus tidak baik merupakan tanda atonia
uteri.
3) Memeriksa uri dan ketuban, apakah lengkap atau tidak
kotiledon atau selaput ketubannya.
4) Eksplorasi kavum uteri, apakah ada bekuan darah, sisa uri
dan selaput ketuban, robekan rahim atau plasenta suksenturiata
(anak plasenta).
5) Inspekulo : robekan pada serviks, vagina dan varises yang
pecah.
6) Laboratorium : Hb, HCT, COT, kadar fibrinogen, tes he-
moragik, dan lain-lain.
Penanganan
1) Hentikan perdarahan.
2) Cegah/atasi syok.
3) Ganti darah yang hilang : diberi infus cairan (larutan garam
fisiologis, plasma ekspander, Dextran-L, dan sebagainya), trans-
fusi darah, kalau perlu oksigen.
ATONIA UTERI
1) Masase uterus + pemberian utero tonika (infus oksitosin 10
IU s/d 1001U dalam 500 ml Dextrose 5%, 1 ampul Ergometrin
i.v., yang dapat diulang 4 jam kemudian, suntikan prostaglandin.
2) Kompresi bimanuil
3) Tampon utero-vaginal secara lege antis, tampon diangkat
24 jam kemudian.
4) Tindakan operatif :
a) ligasi arteri uterina
b) ligasi arteri hipogastrika
c) histerektomi
Catalan :
a) dan b) untuk yang masih menginginkan anak. Tindakan yang bersifat semen-
tara untukmengurangi perdarahan menunggutindakan operatifdapat dilakukan
metode Ilenke! (menjepit cabang arteri uterina melalui vagina, kiri dan kanan)
atau kompresi aorta abdominalis.
ROBEKAN/LASERASI JALAN LAHIR
Segera lakukan reparasi, robekan dilihat secara a vue dengan
spekulum, dan dilihat dengan cermat.
Catalan :
Kolpaporrhexis dan hematoma yang besar dan tinggi (hematoma supralevato-
rial, parabaginal, ligamentum latom, ekstraperitonea!) kemungkinan memer-
lukan tindakan bedah/laparotomi.
RETENSIO PLASENTA/SISA PLASENTA
1) Retensio plasenta tanpa perdarahan masih dapat menunggu.
Sementara itu kandung kemih dikosongkan, masase uterus dan
suntikan oksitosin (i.v. atau i.m. atau melalui infus) dan botch
dicoba perasat Crede secara lege artis. Jika tidak berhasil, di-
lakukan plasenta manuel.
2) Setelah plasenta manuel, diberi suntikan ergometrin 3 hari
berturut-turut. Jika ada keraguan jaringan plasenta yang ter-
tinggal, maka pads hari ke-4 dilakukan kerokan.kurentase
dengan kuret tumpul ukuran besar didahuli suntikan/infus ok-
sitosin.
3) Plasenta kaptiva atau inkarserata diberi suntikan oksitosin
intraserviks untuk menambah pembukaan serviks dan diberi
anestesi umum untuk melahirkan plasenta dengan memakai alat
cunam ovum atau cara manuel.
4) Plasenta manuel segera dilakukan jika :
a) Perdarahan kala-III lebih dari 200 ml
b) Penderita dalam narkosa
c) Riwayat PPH habitualis
5) Plasenta akreta, inkreta dan perkreta ditolong dengan his-
terektomi.
6) Sisa plasenta dikeluarkan dengan kerokan.
7) Penderita diberikan uterotonika, analgetika,m roboransia,
dan antibiotika.

KEPUSTAKAAN
1. Brooks C. Management of obstetrics emergency, Primary postpartum
hemorrhage. J Paed. Obstet. Gynecol. 1940; 16 (2).
2. Heller L. Gawat darurat obstetri dan ginekologi (Ed. : Petrus Adrianto)
Jakarta : EGC Penerbit Buku Kedokteran 1986.
3. Mochtar R, Simanjuntak P, Kwee Bing Kiong. Perdarahan postpartum
di RSUP Medan. Naskah Lengkap KOGI-I POGI, Jakarta, 1970.
4. Moeloek FA. Perdarahan dalam obstetri dan ginekologi. Kedaruratan
dan kegawatan medik-II Jakarta : FKUI 1982.
5.
PB POGI. Konsep DasarPelayanan Medis Obstetri-Ginekologi,Surakarta,
Juni 1991.
6.
Pritchard-Mac Donald. Williams Obstetrics. Sixteen Ed. New York :
Appleton-Century-Crofts 1980.
7.
Purwandianto A, Sampuma B. Kedaruratan medik, pedoman penata-
laksanaan praktis. Edisi Ketiga Jakarta : Binarupa Aksara 1981.
8. Samil RS. Postpartum Hemorrhage, Causes, Prophulaxis and Manage-
ment. J Paed. Obstet, Gynecol. 1988; 16 (4).
9. Seto Martohoesodo. Gangguan dalam kala III persalinan. Buku Ilmu
Kebidanan, Sarwono Prawirohardjo (Editor Ketua), Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka 1976.
10. Simanjuntak, P. Perdarahan Postpartum. Bahan Penataran Bidan Rumah
Sakit di RS Dr. Pimgadi Medan.
11. Harahap RE. Penyakit serta kelainan plasenta dan selaput janin. Ilmu
Kebidanan, Prawirohardjo, S (Editor Ketua), Yayasan Bina Pustaka Jakarta,
1976.
12. Khoman JS. Plasenta previa di RS Dr. Pimgadi Medan. Skripsi, 1983.
13. Rachman IA. Kedaruratan dalam bidang ilmu kebidanan pada praktek
sehari-hari. Maj Kedokt Kel 1981; 1 (1).
14.
Simanjuntak P, Albar E, Kaban RM. Plasenta previa dan solusio plasenta
di Medan. Naskah Lengkap KOGI-I POGI, Jakarta, 1970.
Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 80, 1992
63

Diabetes, The Sillent Killer

Diabetes, The Sillent Killer

Banyak orang yang masih mengganggap penyakit diabetes merupakan penyakit orang tua atau penyakit yang hanya timbul karena faktor keturunan. Padahal, setiap orang dapat mengidap diabetes, baik tua maupun muda, termasuk Anda. Namun, yang perlu anda pahami adalah anda tidak sendiri.
Menurut data WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita Diabetes Mellitus di dunia. Pada tahun 2000 yang lalu saja, terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap diabetes.
Namun, pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 persen yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30 persen yang datang berobat teratur.
Sangat disayangkan bahwa banyak penderita diabetes yang tidak menyadari dirinya mengidap penyakit yang lebih sering disebut penyakit gula atau kencing manis. Hal ini mungkin disebabkan minimnya informasi di masyarakat tentang diabetes terutama gejala-gejalanya.
Sebagian besar kasus diabetes adalah diabetes tipe 2 yang disebabkan faktor keturunan. Tetapi faktor keturunan saja tidak cukup untuk menyebabkan seseorang terkena diabetes karena risikonya hanya sebesar 5%. Ternyata diabetes tipe 2 lebih sering terjadi pada orang yang mengalami obesitas alias kegemukan akibat gaya hidup yang dijalaninya.
Berikut ini hal-hal yang perlu Anda ketahui tentang diabetes untuk meningkatkan kesadaran akan diabetes :
1. Apa sih Diabetes Mellitus?
2. Ketahui Penyebab & Tipe Diabetes Mellitus
3. Sulitnya Membaca Gejala Diabetes
4. Mendiagnosis Diabetes Mellitus
5. Komplikasi Diabetes Bisa Mematikan
6. Terapi Untuk Diabetes Mellitus
7. Mencegah Bahaya Komplikasi
8. Hindari Diabetes dengan Ubah Gaya Hidup
Setelah mengetahui semua hal yang tentang diabetes, jangan lewatkan:
z Expert Review oleh ahli penyakit dalam spesialis endokrin metabolik diabetes yaitu Prof. DR. Dr. Sidartawan Soegondo, SpPD-KEMD, FACE yang juga Ketua Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA).

z Pentingnya Pemantauan Pengujian gula darah bagi diabetesi

z Bagi Anda Diabetesi , PASTIKAN
Monitor selalu..!! Si Manis dalam Darah Anda

Apa sih Diabetes Mellitus?
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup.
Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang normal. Insulin memasukkan gula ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi.
Nah, berapa kadar gula darah yang disebut tinggi? Menurut kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) 2006, seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa >126 mg/dL dan pada tes sewaktu >200 mg/dL.
Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam.
Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya.
Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif (bertahap) setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif bergerak.
Peningkatan kadar gula darah setelah makan atau minum merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan.
Ada cara lain untuk menurunkan kadar gula darah yaitu dengan melakukan aktivitas fisik seperti berolahraga karena otot menggunakan glukosa dalam darah untuk dijadikan energi.
Ketahui Penyebab & Tipe Diabetes Mellitus
Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan respon yang tepat terhadap insulin.
Ada 2 tipe Diabetes Mellitus, yaitu:
1. Diabetes Mellitus tipe 1 (diabetes yang tergantung kepada insulin)
2. Diabettes Mellitus tipe 2 (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin, NIDDM)
Diabetes Mellitus tipe 1 Diabetes Mellitus tipe 2
Penderita menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin Pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif
Umumnya terjadi sebelum usia 30 tahun, yaitu anak-anak dan remaja. Bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun
Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal ini diperlukan kecenderungan genetik. Faktor resiko untuk diabetes tipe 2 adalah obesitas dimana sekitar 80-90% penderita mengalami obesitas.
90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami kerusakan permanen. Terjadi kekurangan insulin yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur Diabetes Mellitus tipe 2 juga cenderung diturunkan secara genetik dalam keluarga
Penyebab diabetes lainnya adalah:
• Kadar kortikosteroid yang tinggi
• Kehamilan diabetes gestasional), akan hilang setelah melahirkan.
• Obat-obatan yang dapat merusak pankreas.
• Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.
Sulitnya Membaca Gejala Diabetes
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan dikeluarkan melalui air kemih.
Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri). Akibatnya, maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi).
Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, sehingga penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi).
Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan tubuh selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang gula darahnya kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi.
Diabetes Mellitus tipe 1 Diabetes Mellitus tipe 2
Timbul tiba-tiba. Tidak ada gejala selama beberapa tahun. Jika insulin berkurang semakin parah maka sering berkemih dan sering merasa haus.
Berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Jarang terjadi ketoasidosis.
Pada penderita diabetes tipe 1, terjadi suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Meskipun kadar gula di dalam darah tinggi tetapi sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, sehingga sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain.
Sumber untuk energi dapat berasal dari lemak tubuh. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis).
Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah.
Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam.
Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe 1 bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius.
Penderita diabetes tipe 2 bisa tidak menunjukkan gejala-gejala selama beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis.
Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
Mendiagnosis Diabetes Mellitus
Diagnosis diabetes ditegakkan berdasarkan gejalanya yaitu 3P (polidipsi, polifagi, poliuri) dan hasil pemeriksaan darah yang menunjukkan kadar gula darah yang tinggi (tidak normal). Untuk mengukur kadar gula darah, contoh darah biasanya diambil setelah penderita berpuasa selama 8 jam atau bisa juga diambil setelah makan.
Perlu perhatian khusus bagi penderita yang berusia di atas 65 tahun. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan setelah berpuasa dan jangan setelah makan karena usia lanjut memiliki peningkatan gula darah yang lebih tinggi.
Kriteria Diagnostik Gula darah (mg/dL)
Bukan Diabetes Pra Diabetes Diabetes
Puasa < 110 110-125 > 126
Sewaktu < 110 110-199 > 200
Pemeriksaan darah lainnya yang bisa dilakukan adalah tes toleransi glukosa. Tes ini dilakukan pada keadaan tertentu, misalnya pada wanita hamil. Hal ini untuk mendeteksi diabetes yang sering terjadi pada wanita hamil.
Penderita berpuasa dan contoh darahnya diambil untuk mengukur kadar gula darah puasa. Lalu penderita diminta meminum larutan khusus yang mengandung sejumlah glukosa dan 2-3 jam kemudian contoh darah diambil lagi untuk diperiksa.
Hasil glukosa contoh darah dibandingkan dengan kriteria diagnostik gula darah terbaru yang dikeluarkan oleh PERKENI tahun 2006.
Sebelum berkembang menjadi diabetes tipe 2, biasanya selalu menderita pra-diabetes, yang memiliki gejala tingkat gula darah lebih tinggi dari normal tetapi tidak cukup tinggi untuk didiagnosa diabetes. Setidaknya 20% dari populasi usia 40 hingga 74 tahun menderita pra-diabetes.
Penelitian menunjukkan beberapa kerusakan dalam jangka panjang, terutama pada jantung dan sistem peredaran darah selama pra-diabetes ini. Dengan pre-diabetes, anda akan memiliki resiko satu setengah kali lebih besar terkena penyakit jantung. Saat Anda menderita diabetes, maka risiko naik menjadi 2 hingga 4 kali.
Akan tetapi, pada beberapa orang yang memiliki pra-diabetes, kemungkinan untuk menjadi diabetes dapat ditunda atau dicegah dengan perubahan gaya hidup. Diabetes dan pra-diabetes dapat muncul pada orang-orang dengan umur dan ras yang beragam, tetapi ada kelompok tertentu yang memiliki resiko lebih tinggi.
Komplikasi Diabetes Bisa Mematikan
Diabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi (menyebabkan terjadinya penyakit lain) yang paling banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya.
Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju ke kulit dan saraf.
Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes.
Sirkulasi darah yang buruk ini melalui pembuluh darah besar (makro) bisa melukai otak, jantung, dan pembuluh darah kaki (makroangiopati), sedangkan pembuluh darah kecil (mikro) bisa melukai mata, ginjal, saraf dan kulit serta memperlambat penyembuhan luka.
Penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang jika diabetesnya tidak dikelola dengan baik. Komplikasi yang lebih sering terjadi dan mematikan adalah serangan jantung dan stroke.
Kerusakan pada pembuluh darah mata bisa menyebabkan gangguan penglihatan akibat kerusakan pada retina mata (retinopati diabetikum). Kelainan fungsi ginjal bisa menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita harus menjalani cuci darah (dialisa).
Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk. Jika satu saraf mengalami kelainan fungsi (mononeuropati), maka sebuah lengan atau tungkai biasa secara tiba-tiba menjadi lemah.
Jika saraf yang menuju ke tangan, tungkai dan kaki mengalami kerusakan (polineuropati diabetikum), maka pada lengan dan tungkai bisa dirasakan kesemutan atau nyeri seperti terbakar dan kelemahan.
Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih sering mengalami cedera karena penderita tidak dapat meradakan perubahan tekanan maupun suhu. Berkurangnya aliran darah ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok) dan semua penyembuhan luka berjalan lambat. Ulkus di kaki bisa sangat dalam dan mengalami infeksi serta masa penyembuhannya lama sehingga sebagian tungkai harus diamputasi.
Terapi Untuk Diabetes Mellitus
Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan kadar gula darah dalam kisaran yang normal. Namun, kadar gula darah yang benar-benar normal sulit untuk dipertahankan.
Meskipun demikian, semakin mendekati kisaran yang normal, maka kemungkinan terjadinya komplikasi sementara maupun jangka panjang menjadi semakin berkurang. Untuk itu diperlukan pemantauan kadar gula darah secara teratur baik dilakukan secara mandiri dengan alat tes kadar gula darah sendiri di rumah atau dilakukan di laboratorium terdekat.
Pengobatan diabetes meliputi pengendalian berat badan, olah raga dan diet. Seseorang yang obesitas dan menderita diabetes tipe 2 tidak akan memerlukan pengobatan jika mereka menurunkan berat badannya dan berolah raga secara teratur.
Namun, sebagian besar penderita merasa kesulitan menurunkan berat badan dan melakukan olah raga yang teratur. Karena itu biasanya diberikan terapi sulih insulin atau obat hipoglikemik (penurun kadar gula darah) per-oral.
Diabetes tipe 1 hanya bisa diobati dengan insulin tetapi tipe 2 dapat diobati dengan obat oral. Jika pengendalian berat badan dan berolahraga tidak berhasil maka dokter kemudian memberikan obat yang dapat diminum (oral = mulut) atau menggunakan insulin.
Berikut ini pembagian terapi farmakologi untuk diabetes, yaitu:
1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
2. Terapi Sulih Insulin
1. Obat hipoglikemik oral
Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula darah secara adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe I. Contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh pankreas dan meningkatkan efektivitasnya.
Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja dengan cara menunda penyerapan glukosa di dalam usus.
Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe II jika diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar gula darah dengan cukup.
Obat ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari), meskipun beberapa penderita memerlukan 2-3 kali pemberian.
Jika obat hipoglikemik per-oral tidak dapat mengontrol kadar gula darah dengan baik, mungkin perlu diberikan suntikan insulin.
2. Terapi Sulih Insulin
Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per-oral (ditelan).
Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam penelitian. Pada saat ini, bentuk insulin yang baru ini belum dapat bekerja dengan baik karena laju penyerapannya yang berbeda menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya.
Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri.
Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan lama kerja yang berbeda:
1. Insulin kerja cepat.
Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling sebentar.
Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam.
Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa kali suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum makan.
2. Insulin kerja sedang.
Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan.
Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam.
Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam.
3. Insulin kerja lambat.
Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan.
Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.
Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan selama berbulan-bulan sehingga bisa dibawa kemana-mana.
Pemilihan insulin yang akan digunakan tergantung kepada:
* Keinginan penderita untuk mengontrol diabetesnya
* Keinginan penderita untuk memantau kadar gula darah dan menyesuaikan dosisnya
* Aktivitas harian penderita
* Kecekatan penderita dalam mempelajari dan memahami penyakitnya
* Kestabilan kadar gula darah sepanjang hari dan dari hari ke hari.
Sediaan yang paling mudah digunakan adalah suntikan sehari sekali dari insulin kerja sedang. Tetapi sediaan ini memberikan kontrol gula darah yang paling minimal.
Kontrol yang lebih ketat bisa diperoleh dengan menggabungkan 2 jenis insulin, yaitu insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Suntikan kedua diberikan pada saat makan malam atau ketika hendak tidur malam.
Kontrol yang paling ketat diperoleh dengan menyuntikkan insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang pada pagi dan malam hari disertai suntikan insulin kerja cepat tambahan pada siang hari.
Beberapa penderita usia lanjut memerlukan sejumlah insulin yang sama setiap harinya; penderita lainnya perlu menyesuaikan dosis insulinnya tergantung kepada makanan, olah raga dan pola kadar gula darahnya. Kebutuhan akan insulin bervariasi sesuai dengan perubahan dalam makanan dan olah raga.
Beberapa penderita mengalami resistensi terhadap insulin. Insulin tidak sepenuhnya sama dengan insulin yang dihasilkan oleh tubuh, karena itu tubuh bisa membentuk antibodi terhadap insulin pengganti. Antibodi ini mempengaruhi aktivitas insulin sehingga penderita dengan resistansi terhadap insulin harus meningkatkan dosisnya.
Penyuntikan insulin dapat mempengaruhi kulit dan jaringan dibawahnya pada tempat suntikan. Kadang terjadi reaksi alergi yang menyebabkan nyeri dan rasa terbakar, diikuti kemerahan, gatal dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan selama beberapa jam.
Suntikan sering menyebabkan terbentuknya endapan lemak (sehingga kulit tampak berbenjol-benjol) atau merusak lemak (sehingga kulit berlekuk-lekuk). Komplikasi tersebut bisa dicegah dengan cara mengganti tempat penyuntikan dan mengganti jenis insulin. Pada pemakaian insulin manusia sintetis jarang terjadi resistensi dan alergi.
Pengaturan diet sangat penting. Biasanya penderita tidak boleh terlalu banyak makan makanan manis dan harus makan dalam jadwal yang teratur. Penderita diabetes cenderung memiliki kadar kolesterol yang tinggi, karena itu dianjurkan untuk membatasi jumlah lemak jenuh dalam makanannya. Tetapi cara terbaik untuk menurunkan kadar kolesterol adalah mengontrol kadar gula darah dan berat badan.
Semua penderita hendaknya memahami bagaimana menjalani diet dan olah raga untuk mengontrol penyakitnya. Mereka harus memahami bagaimana cara menghindari terjadinya komplikasi.
Penderita juga harus memberikan perhatian khusus terhadap infeksi kaki sehingga kukunya harus dipotong secara teratur. Penting untuk memeriksakan matanya supaya bisa diketahui perubahan yang terjadi pada pembuluh darah di mata.
Mencegah Bahaya Komplikasi
Pemantauan kadar gula darah merupakan bagian yang penting dari pengobatan diabetes. Adanya glukosa bisa diketahui dari air kemih; tetap pemeriksaan air kemih bukan merupakan cara yang baik untuk memantau pengobatan atau menyesuaikan dosis pengobatan.
Saat ini kadar gula darah dapat diukur sendiri dengan mudah oleh penderita di rumah menggunakan alat pengukur glukosa darah. Penderita diabetes harus mencatat kadar gula darah mereka dan melaporkannya kepada dokter agar dosis insulin atau obat hipoglikemiknya dapat disesuaikan.
Insulin maupun obat hipoglikemik per-oral bisa terlalu banyak menurunkan kadar gula darah sehingga terjadi hipoglikemia. Hipoglikemia (rendahnya kadar gula dalam darah) juga bisa terjadi jika penderita kurang makan atau tidak makan pada waktunya atau melakukan olah raga yang terlalu berat tanpa makan.
Jika kadar gula darah terlalu rendah, organ pertama yang terkena pengaruhnya adalah otak. Untuk melindungi otak, tubuh segera mulai membuat glukosa dari glikogen yang tersimpan di hati.
Proses ini melibatkan pelepasan epinefrin (adrenalin), yang cenderung menyebabkan rasa lapar, kecemasan, meningkatnya kesiagaan dan gemetaran. Berkurangnya kadar glukosa darah ke otak bisa menyebabkan sakit kepala.
Hipoglikemia harus segera diatasi karena dalam beberapa menit bisa menjadi berat, menyebabkan koma dan kadang cedera otak menetap. Jika terdapat tanda hipoglikemia, penderita harus segera makan gula.
Oleh sebab itu, penderita diabetes harus selalu membawa permen, gula atau tablet glukosa untuk menghadapi serangan hipoglikemia. Atau penderita segera minum segelas susu, air gula atau jus buah, sepotong kue, buah-buahan atau makanan manis lainnya.
Penderita diabetes tipe I harus selalu membawa glukagon, yang bisa disuntikkan jika mereka tidak dapat memakan makanan yang mengandung gula.
Gejala-gejala dari kadar gula darah rendah:
* Rasa lapar yang timbul secara tiba-tiba
* Sakit kepala
* Kecemasan yang timbul secara tiba-tiba
* Badan gemetaran
* Berkeringat
* Bingung
* Penurunan kesadaran, koma.
Ketoasidosis diabetikum merupakan suatu keadaan darurat. Tanpa pengobatan yang tepat dan cepat, bisa terjadi koma bahkan kematian. Penderita harus dirawat di unit perawatan intensif. Diberikan sejumlah besar cairan intravena dan elektrolit (natrium, kalium, klorida, fosfat) untuk menggantikan yang hilang melalui air kemih yang berlebihan.
Insulin diberikan melalui intravena sehingga bisa bekerja dengan segera dan dosisnya disesuaikan. Kadar glukosa, keton dan elektrolit darah diukur setiap beberapa jam, sehingga pengobatan yang diberikan bisa disesuaikan.
Contoh darah arteri diambil untuk mengetahui keasamannya. Pengendalian kadar gula darah dan penggantian elektrolit biasanya bisa mengembalikan keseimbangan asam basa, tetapi kadang perlu diberikan pengobatan tambahan untuk mengoreksi keasaman darah.
Pengobatan untuk koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik sama dengan pengobatan untuk ketoasidosis diabetikum yaitu diberikan cairan dan elektrolit pengganti. Kadar gula darah harus dikembalikan secara bertahap untuk mencegah perpindahan cairan ke dalam otak. Kadar gula darah cenderung lebih mudah dikontrol dan keasaman darahnya tidak terlalu berat.
Jika kadar gula darah tidak terkontrol, sebagian besar komplikasi jangka panjang berkembang secara progresif. Retinopati diabetik dapat diobati secara langsung dengan pembedahan laser untuk menyumbat kebocoran pembuluh darah mata sehingga bisa mencegah kerusakan retina yang menetap. Terapi laser dini bisa membantu mencegah atau memperlambat hilangnya penglihatan.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa komplikasi diabetes dapat dicegah, ditunda atau diperlambat dengan mengontrol kadar gula darah. Mengontrol kadar gula darah dapat dilakukan dengan terapi misalnya patuh meminum obat.
Hindari Diabetes dengan Ubah Gaya Hidup
Faktor keturunan memiliki pengaruh apakah seseorang dapat terkena diabetes atau tidak. Selain keturunan, gaya hidup juga berperan besar. Diabetes tipe 2 sering terjadi pada orang yang mengalami obesitas. Obesitas atau kegemukan merupakan pemicu terpenting penyebab diabetes.
Obesitas artinya berat badan berlebih minimal sebanyak 20% dari berat badan idaman. Juga berarti indeks masa tubuh lebih dari 25 kg/m2. Lemak yang berlebih akan menyebabkan resistensi terhadap insulin. Ini menjelaskan mengapa diet dan olahraga merupakan metode penatalaksanaan untuk diabetes tipe 2.
Dengan menurunkan berat badan dan meningkatkan massa otot, akan mengurangi jumlah lemak sehingga membantu tubuh memanfaatkan insulin dengan lebih baik. Ternyata ada hubungan antara diabetes tipe 2 dengan letak tumpukan lemak terbanyak. Bila timbunan lemak terbanyak terdapat di perut maka risiko terkena diabetes lebih tinggi.
Para peneliti juga percaya bahwa gen yang membawa sifat obesitas ikut berperan dalam menyebabkan diabetes. Gen yang bernama gen obes ini mengatur berat badan melalui protein pemberi kabar apakah kita lapar atau tidak. Pada percobaan dengan tikus, bila gen ini bermutasi maka tikus akan menjadi obes dan mengalami diabetes tipe 2.
Penelitian menunjukkan bahwa kegemukan berhubungan dengan waktu yang dihabiskan di depan TV dan komputer. Menonton TV akan menyebabkan tidak bergerak juga berpengaruh terhadap pola makan mengemil.
Bagaimana cara mengatasi kegemukan untuk menghindari diabetes?
Caranya mudah, murah dan efektif, antara lain:
1. Membiasakan diri untuk hidup sehat
2. Biasakan diri berolahraga secara teratur
3. Hindari menonton TV atau main komputer terlalu lama
4. Jangan mengkonsumsi permen, coklat, atau snack dengan kandungan garam yang tinggi.
5. Hindari makanan siap saji dengan kandungan kadar karbohidrat dan lemak tinggi.
6. Konsumsi sayuran dan buah-buahan.

Expert Review
Umumnya, penderita diabetes mengetahui dirinya mengidap diabetes setelah terjadi komplikasi. Hal ini diungkapkan oleh Prof.DR.Dr. Sidartawan Soegondo, SpPD,KEMD,FACE di kantornya di Bagian Metabolik dan Endokrin, FKUI/RSCM.
Diabetes itu seperti rayap, bekerja diam-diam merusak organ di dalam tubuh. Diabetes sering disebut sebagai “The Silent Killer”. “Namun, sebenarnya komplikasinya yang mematikan, bukan diabetesnya,” jelas Prof. Sidartawan.
Gejala diabetes pun tidak menakutkan, seperti banyak makan (polifagi), banyak minum (polidipsi), dan kencing lancar (poliuri). Menurut Prof. Sidartawan, dengan gejala seperti itu orang tidak pergi ke dokter. Sebaliknya jika tidak mau makan dan susah kencing, baru orang pergi ke dokter.
Diabetes mellitus bukan satu penyakit tetapi beberapa penyakit yang memiliki gejala kadar gulanya naik. Bisa disebabkan karena pankreasnya rusak (tipe 1), sekresi insulin menjadi berkurang (tipe 2), obat-obatan yang mengakibatkan pankreasnya rusak dan diabetes yang terjadi pada wanita hamil (gestational).
Gaya hidup yang bersalah
Mereka yang memiliki risiko tinggi terkena diabetes adalah yang memiliki riwayat keluarga mengidap diabetes, memasuki usia di atas 40 tahun, kegemukan, tekanan darah tinggi, selain tentu saja pola makan yang salah.
Jumlah penderita diabetes di daerah perkotaan di Indonesia pada tahun 2003 adalah 8,2 juta orang, sedangkan di daerah pedesaan 5,5 juta orang. Diperkirakan, 1 dari 8 orang di Jakarta mengidap diabetes. Tingginya jumlah penderita di daerah perkotaan, antara lain disebabkan karena perubahan gaya hidup masyarakatnya.
Diabetes tidak dapat disembuhkan
Karena diabetes tidak dapat disembuhkan sepenuhnya, sudah saatnya kita melakukan tindakan pencegahan, antara lain tidak makan berlebihan, menjaga berat badan, dan rutin melakukan aktivitas fisik.
Olahraga juga dapat secara efektif mengontrol diabetes, antara lain dengan melakukan senam khusus diabetes, berjalan kaki, bersepeda, dan berenang. Diet dipadu dengan olahraga merupakan cara efektif mengurangi berat badan, menurunkan kadar gula darah, dan mengurangi stres.
Latihan yang dilakukan secara teratur dapat menurunkan tekanan darah, kolesterol, dan risiko terkena serangan jantung, serta memacu pengaktifan produksi insulin dan membuatnya bekerja lebih efisien.
Komplikasi diabetes justru mematikan
Ancaman diabetes melitus terus membayangi kehidupan masyarakat. Sekitar 12–20% penduduk dunia diperkirakan mengidap penyakit ini dan setiap 10 detik di dunia orang meninggal akibat komplikasi yang ditimbulkan.
Komplikasi diabetes terjadi pada semua organ dalam tubuh yang dialiri pembuluh darah kecil dan besar dengan penyebab kematian 50% akibat penyakit jantung koroner dan 30% akibat gagal ginjal. Selain kematian, DM juga menyebabkan kecacatan.
Sebanyak 30% penderita DM mengalami kebutaan akibat komplikasi retinopati dan 10% harus menjalani amputasi tungkai kaki. Bahkan DM membunuh lebih banyak dibandingkan dengan HIV/AIDS.
Untuk penderita diabetes, komplikasi bisa dicegah dengan mengendalikan gula darah. Dokter tidak langsung meresepkan obat melainkan meminta pasien agar merubah lifestylenya. “Ubah life style dengan lebih aktif melakukan kegiatan jasmani dan mengatur makanan,” kata Prof. Sidaratawan.
Terapi untuk diabetisi
Bila ternyata mengubah gaya hidup tidak berhasil baru kemudian diberikan obat. Pemberian obat ini tergantung tipe, komplikasinya (penyakit ginjal, jantung, dll) dan berapa lama mengidap diabetes.
Obat untuk diabetes disebut obat hipoglikemik oral (OHO) terbagi menjadi 2 kelompok yaitu obat yang memperbaiki kerja insulin (seperti metformin, glitazone, dan akarbose) dan obat yang meningkatkan produksi insulin (seperti sulfonil, repaglinid dan natelinid dan insulin yang disuntikkan).
Kelompok pertama bekerja pada temapat dimana terdapat insulin yang mengatur gula darah seperti di hati, usus, otot dan jaringan lemak. Kelompok kedua meningkatkan pelepasan insulin ke sirkulasi, sedangkan insulin yang disuntikkan menambah kadar insulin di sirkulasi darah.
Ketidakpatuhan mengkonsumsi obat merupakan penyebab utama kegagalan terapi sehingga penderita diabetes perlu diedukasi. Sebaiknya penderita diabetes melakukan konsultasi secara berkala dengan dokter. Selain itu dituntut sikap disiplin dan kepatuhan dalam mengonsumsi obat maupun suntik insulin agar tidak terjadi komplikasi penyakit.
Cegah & Deteksi Diabetes
Di Indonesia, sekitar 95% kasus adalah diabetes tipe 2. Pada diabetes tipe 2 ini, penyebabnya tidak hanya faktor keturunan tapi juga gaya hidup misalnya kegemukan yang terjadi akibat gaya hidup makan kaya lemak dan tidak berolahraga.
Faktor keturunan tidak bisa dicegah tapi gaya hidup bisa diubah. “Jangan sampai gemuk, jangan banyak makan makanan berlemak dan manis serta banyaklah bergerak,” saran Prof Sidartawan.
Risiko diabetes setiap tahunnya meningkat 30 persen, sehingga Prof. Sidartawan menyarankan agar melakukan pemeriksaan gula darah setahun sekali jika kita termasuk dalam satu atau dua dari faktor risiko diabetes.

Pentingnya Pemantauan Pengujian Gula Darah bagi Diabetesi
Pemantauan kadar gula darah penderita diabetes (diabetesi) secara teratur merupakan bagian yang penting dari pengendalian diabetes, terutama penderita DM tipe 1, DM tipe 2 dengan terapi insulin, DM tipe 2 yang sering mengalami hipoglikemia dan DM Gestasonal.
Pemantauan kadar gula darah ini penting karena membantu menentukan penanganan medis yang tepat sehingga mengurangi resiko komplikasi yang berat, dan dapat meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes.
Pemeriksaan kadar gula darah dapat dilakukan dengan berbagai cara baik di laboratorium, klinik bahkan dapat dilakukan pemantauan kadar gula mandiri yang dapat dilakukan pasien dirumah dengan menggunakan alat yang bernama Glukometer.
Mengapa Diabetesi harus monitor kadar gula darah dengan Glukometer?
1. Lebih ekonomis dan praktis di banding pemeriksaan di laboratorium
2. Untuk menyesuaikan dosis obat, terutama bagi pengguna insulin sehingga terhindar dari hipoglikemia
3. Kadar Gula penderita Diabetes Mellitus tipe I sangat berfluktuasi dan cepat berubah
Konsultasikan kepada dokter, kapan dan seberapa sering Anda harus melakukan tes tersebut. Karena dapat bervariasi. Dianjurkan pagi hari sebelum sarapan, dua jam setelah makan, dan malam hari sebelum tidur. Perlu pula pengukuran pada saat tertentu lainnya. Contohnya pengukuran yang lebih ketat bila terjadi hipoglikemia (menurunnya kadar gula darah secara tidak normal), saat sebelum olahraga dan pada kehamilan.
Simpan catatan dari tes darah, obat-obatan yang dikonsumsi, serta aktivitas harian Anda. Dan bawa catatan tersebut bila Anda berkonsultasi ke dokter.
Yang perlu diperhatikan dalam memilih Alat Glukometer, adalah alat yang memiliki tingkat akurasi hasil yang tinggi / mendekati hasil laboratorium, terpercaya serta mudah digunakan.

Askep Kista Ovarii

Askep Kista Ovarii
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ovarium merupakan tempat yang umum bagi kista, yang dapat merupakan pembesaran sederhana konstituen ovarium normal, folikel graft, atau korpus luteum, atau kista ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan abdomen dari epithelium ovarium.
Pasien dapat melaporkan atau tidak melaporkan nyeri abdomen akut atau kronik. Gejal-gejala tentang rupture kista menstimulasi berbagai kedaruratan abdomen akut, seperti apendisitis, atau kehamilan ektopik. Kista yang lebih besar dapat menyebabkan pembengkakan abdomen dan penekanan pada organ-organ abdomen yang berdekatan.
Pengobatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui tindakan bedah. Jika ukuran lebar kista kurang dari 5 cm, dan tampak terisi oleh cairan atau fisilogis pada pasien muda yang sehat, kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan menghilangkan kista. Sekitar 98 % lesi yang terjadi pada wanita yang berumur 29 tahun dan yang lebih muda adalah jinak. Setelah usia 50 tahun, hanya 50 % yang jinak. Perawatan pascaoperatif setelah pembedahan untuk mengangkat kista ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen, dengan satu pengecualian. Penurunan tekanan intraabdomen yang diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen yang berat. Komplikasi ini dapat dicegah sampai suatu tingkat dengan memberikan gurita abdomen yang ketat.
Dari uraian di atas, maka penulis ingin mengetahui lebih banyak bagaimana asuhan keperawatan yang diberikam pada penderita kistoma ovari.

2. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan kista ovari

3. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan kista ovari
b. Mampu menemukan masalah keperawatan pada klien dengan kista ovari
c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan kista ovari
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan kista ovari
e. Mampu mengevaluasi tindakan yang sudah dilakukan pada klien dengan kista ovari
f. Mampu mengidentifikasi factor-faktor pendukung, penghambat serta dapat mencari solusinya.
g. Mampu mendokumentasikan semua kegiatan keperawatan dalam bentuk narasi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
• Kista adalah suatu jenis tumor, emyebab pastinya sendiri belum diketahui, diduga seringnya memakai kesuburan. (Soemadi, 2006)
• Kista adalah suatu jenis tumor berupa kantong abnormal yang berisi cairan atau benda seperti bubur (Dewa, 2000)
• Kista adalah suatu bentukan yang kurang lebih bulat dengan dinding tipis, berisi cairan atau bahan setengah cair (Sjamsuhidajat, 1998).
• Kista adalah pembesaran suatu organ yang di dalam berisi cairan seperti balon yang berisi air. Pada wanita organ yang paling sering terjadi Kista adalah indung telur. Tidak ada keterkaitan apakah indung telur kiri atau kanan. Pada kebanyakan kasus justru tak memerlukan operasi. (http:// suara merdeka.com)

II. SIFAT KISTA
1. Kista Fisiologis
Kista yang bersifat fisiologis lazim terjadi dan itu normal normal saja. Sasuai suklus menstruasi, di ovarium timbul folikel dan folikelnya berkembang, dan gambaranya seperti kista. Biasanya kista tersebut berukuran dibawah 5 cm, dapat dideteksi dengan menggunakan pemeriksaan USG, dan dalam 3 bulan akan hilang. Jadi ,kista yang bersifat fisiologis tidak perlu operasi, karena tidak berbahaya dan tidak menyebabkan keganasan, tetapi perlu diamati apakah kista tersebut mengalami pembesaran atau tidak.
Kista yang bersifat fisiologis ini dialami oleh orang di usia reproduksi karena dia masih mengalami menstruasi. Bila seseorang diperiksa ada kista, jangan takut dulu, karena mungkin kstanya bersifat fisiologis. Biasanya kista fisiologis tidak menimbuklkan nyeri pada saat haid.
2. Kista Patologis (Kanker Ovarium)
Kista ovarium yang bersifat ganas disebut juga kanker ovarium. Kanker ovarium merupakan penyebab kematian terbanyak dari semua kanker ginekologi. Angka kematian yang tinggi karena penyakit ini pada awalnya bersifat tanpa gejala dan tanpa menimbulkan keluhan apabila sudah terjadi metastasis, sehingga 60-70% pasien dating pada stadium lanjut, penyakit ini disebut juga sebagai silent killer. Angka kematian penyakit ini di Indonesia belum diketahui dengan pasti.
Pada yang patologis, pembesaran bisa terjadi relative cepat, yang kadang tidak disadari si penderita. Karena, kista tersebut sering muncul tanpa gejala seperti penyakit umumnya. Itu sebabnya diagnosa aalnya agak sulit dilakukan. Gejala gejala seperti perut yang agak membuncit serta bagian bawah perut yang terasa tidak enak biasanya baru dirasakan saat ukuranya sudah cukup besar. Jika sudah demikian biasanya perlu dilakukan tindakan pengangkatan melalui proses laparoskopi, sehingga tidak perlu dilakukan pengirisan di bagian perut penderita. Setelah di angkat pemeriksaan rutin tetap perlu dilakukan untuk mengetahui apakah kista itu akan muncul kembali atau tidak.
Ada lagi jenis kista abnormal pada ovarium. Jenis ini ada yang bersifat jinak dan ganas. Bersifat jinak jika bisa berupa spot dan benjolan yang tidak menyebar. Meski jinak kista ini dapat berubah menjadi ganas. Sayangnya sampai saat ini, belum diketahui dengan pasti penyebab perubahan sifat tersebut.
Kista ganas yang mengarah ke kanker biasanya bersekat sekat dan dinding sel tebal dan tidak teratur. Tidak seperti kista fisiologis yang hanya berisi cairan, kista abnormal memperlihatkan campuran cairan dan jaringan solid dan dapat bersifat ganas.

III. JENIS KISTA
Jenis kista indung telur meliputi:
1. Kista Fungsional.
Sering tanpa gejala, timbul gejala rasa sakit bila disertai komplikasi seprti terpuntir/ pecah, tetapi komplikasi ini sangat jarang. Dan sangat jarang pada kedua indung telur. Kista bisa mengecil dalam waktu 1-3 bilan.
2. Kista Dermoid.
Terjadi karena jaringan dalam telur yang tidak dibuahi kemudian tumbuh menjadi beberapa jaringan seperti rambut, tulang, lemak. Kista dapat terjadi pada kedua indung telur dan biasanya tanpa gejala. Timbul gejala rasa sakit bila kista terpuntir/ pecah.
3. Kista Cokelat. (Edometrioma)
Terjadi karena lapisan didalam rahim (yang biasanya terlepas sewaktu haid dan terlihat keluar dari kemaluan seperti darah); tidak terletak dalam ragim tetapi melekat pada dinding luar indung telur. Akibat peristiwa ini setiap kali haid, lapisan tersebut menghasilakan darah haid yang akan terus menerus tertimbun dan menjadi kista. Kista ini bisa 1 pada dua indung telur. Timbul gejala utama yaitu rasa sakit terutama sewaktu haid/ sexsuale intercourse.
4. Kistadenoma.
Berasal dari pembungkus indung telur yang tumbuh menjadi kista. Kista jenis ini juga dapat menyerang indung telur kanan dan kiri. Gejala yang timbul biasanya akibat penekanan pada bagian tubuh sekitar seperti VU sehingga dapat menyebabkan inkontinensia. Jarang terjadi tetapi mudah menjadi ganas terutama pada usia diatas 45 tahun atau kurang dari 20 tahun.
Contoh Kistadenoma;
Kistadenoma ovarii serosum.
Berasal dari epitel germinativum. Bentuk umunya unilokuler, bila multilokuler perlu dicurigai adanya keganasan. Kista ini dapat membesar, tetapi tidak sebesar kista musinosum.
Gambaran klinis pada kasus ini tidak klasik. Selain teraba massa intraabdominal, dapat timbul asites. Penatalaksanaan umumnya sama seperti Kistadenoma ovarii musinosum.
Kistadenoma ovarii musinosum.
Asal kista belum pasti. Menurut Meyer, kista ini berasal dari teratoma, pendapat lain mengemukakan kista ini berasal dari epitel germinatifum atau mempunyai asal yang sama dengan tumor Brener. Bentuk kista multilobuler, biasanya unilatelar dapat tumbuh menjadi sangat bersar.
Gambaran klinis terdapat perdarahan dalam kista dan perubahan degeneratif sehingga timbul pelekatan kista dengan omentum, usus dan peritoneum parietal. Selain itu, bisa terjadi ileus karena perlekatan dan produksi musin yang terus bertambah akibat pseudomiksoma peritonei.
Penatalaksanaan dengan pengangkatan kista tanpa pungsi terlebih dahulu dengan atau tanpa salpingo ooforektomi tergantung besarnya kista.

IV. ETIOLOGI
Factor yang menyebabkan gajala kista meliputi;
1. Gaya hidup tidak sehat.
Diantaranya;
1. Konsumsi makanan yang tinggi lemak dan kurang serat
2. Zat tambahan pada makanan
3. Kurang olah raga
4. Merokok dan konsumsi alcohol
5. Terpapar denga polusi dan agen infeksius
6. Sering stress
2. Faktor genetic.
Dalam tubuh kita terdapat gen gen yang berpotensi memicu kanker, yaitu yang disebut protoonkogen, karena suatu sebab tertentu, misalnya karena makanan yang bersifat karsinogen , polusi, atau terpapar zat kimia tertentu atau karena radiasi, protoonkogen ini dapat berubah menjadi onkogen, yaitu gen pemicu kanker.

V. TANDA DAN GEJALA
Kebanyakan wanita dengan kanker ovarium tidak menimbulakan gejala dalam waktu yang lama. Gejala umumnya sangat berfariasi dan tidak spesifik.
Pada stadium awal gejalanya dapat berupa;
 Gangguan haid
 Jika sudah menekan rectum atau VU mungkin terjadi konstipasi atau sering berkemih.
 Dapat terjadi peregangan atau penekanan daerah panggul yang menyebabkan nyeri spontan dan sakit diperut.
 Nyeri saat bersenggama.
Pada stadium lanjut;
• Asites
• Penyebaran ke omentum (lemak perut) serta oran organ di dalam rongga perut (usus dan hati)
• Perut membuncit, kembung, mual, gangguan nafsu makan,
• Gangguan buang air besar dan kecil.
• Sesak nafas akibat penumpukan cairan di rongga dada.

VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Deteksi dini
Keterlambatan mendiagnosis kanker ovarium sering terjadi karena letak ovarium berada didalam rongga panggul sehingga tidak terlihat dari luar. Biasanya kanker ovarium ini di deteksi lewat pemeriksaan dalam. Bila kistanya sudah membesar maka akan terabab ada benjolan. Jika dokter menemukan kista, maka selanjutanya akan dilakukan USG untuk memastikan apakah ada tanda tanda kanker atau tidak.
Kemudian dibutuhkan pemeriksaan lanjutan dengan mengambil jaringan (biopsy) untuk memastikan kista tersebut jinak atau ganas. Ini bisa dilakukan dengan laparskopi, melalui lubang kecil di perut. Pemeriksaan lainnya dengan CT Scan dan tumor marker dengan pemeriksaan darah.

VII. PENATALAKSANAAN
Penderita kanker ovarium stadium dini dapat ditangani dengan operasi yang kemudian dilanjutkan dengan terapi. Bila kanker ovarium telah memasuki stadium lanjut baru di lakukan kemoterapi atau radiasi.
1. Pengkajian.
Pengkajian umum kista:
 Ada tidaknya keluhan nyeri diperut bagian bawah?
 Ada tidaknya gangguan BAB dan BA?
 Ada tidaknya asites?
 Ada tidaknya perut membuncit?
 Ada tidaknya gangguan nafsu makan?
 Ada tidaknya kembung?
 Ada tidaknya sesak nafas?
Pengkajian diagnostic kista:
• USG : Ada tidaknya benjolan berdiameter > 5 cm
• CT Scan: Ada tidaknya benjolan dan ukuran benjolan.
2. Nursing Care Plan
Diagnosa yang muncul
1. Gangguan harga diri berhubungan dengan masalah tentang ketidaknyamanan mempunyai anak, perubahan feminimitas dan efek hubungan seksual.
2. Disfungsi seksual, resiko tinggi terhadap kemungkinan pola respon seksual, contoh ketidaknyamanan / nyeri vagina.
3. Eliminasi urinarius, perubahan / retensi berhubungan dengan adanya edema pada jaringan local.
4. Nyeri berhubungan dengan prases penyakit (penekanan/kompresi) jaringan pada organ ruang abdomen
Jika diagnosa yang diambil adalah nyeri berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kompresi) jaringan pada organ ruang abdomen maka :
Tujuan.
Klien dapat mengontrol nyeri yang dirasakan/nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria hasil :
• Klien mengatakan nyeri hilang/berkurang .
• Ekspresi wajah rileks
• Klien dapat menggambarkan keadaan nyeri minimal atau tidak ada.
• Klien mampu melakukan teknik relaksasi dan distraksi saat nyeri timbul.
• Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi:
1. Identifikasi karakteristik nyeri dan tindakan penghilang nyeri
R : informasi memberikan data dasar untuk evaluasi kebutuhan /keefektifan intervensi.
2. Berikan tindakan kenyamanan dasar (reposisi, gosok punggung), hiburan dan lingkungan.
R : meningkatkan relaksasi dan membentu pasien focus kembali ke perhatian
3. Ajarkan teknik relaksasi
R : partisipasi pasien secara aktifdan meningkatkan rasa kontrol
4. Kembangkan rencana manajemen nyeri antara pasien dan dokter
R : mengembangkan kesempatan control nyeri
5. Berikan analgesic sesuai resep.
R : mengurangi nyeri








Daftar Pustaka

o Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC. 2000.

o Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. 2000.

o http://www.ibuhamil.com
o http://www.republika.co.id.
o http://www.suaramerdeka.comhttp://www.pdpersi.co.id/
o http://www.pdpersi.co.iD

Ca Cerviks

Ca Serviks
A. Pengertian
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997).
B. Etiologi
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor resiko dan predisposisi yang menonjol, antara lain :
1. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual
Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan seksual semakin besar mendapat kanker serviks. Kawin pada usia 20 tahun dianggap masih terlalu muda
2. Jumlah kehamilan dan partus
Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin sering partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks.
3. Jumlah perkawinan
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-ganti pasangan mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers serviks ini.
4. Infeksi virus
Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus kondiloma akuminata diduga sebagai factor penyebab kanker serviks
5. Sosial Ekonomi
Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan kebersihan perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas tubuh.
6. Hygiene dan sirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kankers serviks pada wanita yang pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma.
7. Merokok dan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi diserviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks.



C. Klasifikasi pertumbuhan sel akan kankers serviks
Mikroskopis
1. Displasia
Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagaian basal epidermis. Displasia berat terjadi pada dua pertiga epidermi hampir tdk dapat dibedakan dengan karsinoma insitu.
2. Stadium karsinoma insitu
Pada karsinoma insitu perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapisan epidermis menjadi karsinoma sel skuamosa. Karsinoma insitu yang tumbuh didaerah ektoserviks, peralihan sel skuamosa kolumnar dan sel cadangan endoserviks.
3. Stadium karsionoma mikroinvasif.
Pada karksinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat pertumbuhan sel meningkat juga sel tumor menembus membrana basalis dan invasi pada stoma sejauh tidak lebih 5 mm dari membrana basalis, biasanya tumor ini asimtomatik dan hanya ditemukan pada skrining kanker.
4. Stadium karsinoma invasif
Pada karsinoma invasif perubahan derajat pertumbuhan sel menonjol besar dan bentuk sel bervariasi. Petumbuhan invasif muncul diarea bibir posterior atau anterior serviks dan meluas ketiga jurusan yaitu jurusan forniks posterior atau anterior, jurusan parametrium dan korpus uteri.
5. Bentuk kelainan dalam pertumbuhan karsinoma serviks
Pertumbuhan eksofilik, berbentuk bunga kool, tumbuh kearah vagina dan dapat mengisi setengah dari vagina tanpa infiltrasi kedalam vagina, bentuk pertumbuhan ini mudah nekrosis dan perdarahan.
Pertumbuhan endofilik, biasanya lesi berbentuk ulkus dan tumbuh progesif meluas ke forniks, posterior dan anterior ke korpus uteri dan parametrium.
Pertumbuhan nodul, biasanya dijumpai pada endoserviks yang lambatlaun lesi berubah bentuk menjadi ulkus.

Markroskopis
1. Stadium preklinis
Tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronik biasa
2. Stadium permulaan
Sering tampak sebagian lesi sekitar osteum externum
3. Stadium setengah lanjut
Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir porsio
4. Stadium lanjut
Terjadi pengrusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti ulkus dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah.

D. Gejala Klinis
1. Perdarahan Sifatnya bisa intermenstruit atau perdarahan kontak, kadang-kadang perdarahan baru terjadi pada stadium selanjutnya. Pada jenis intraservikal perdarahan terjadi lambat.
2. Biasanya menyerupai air, kadang-kadang timbulnya sebelum ada perdarahan. Pada stadium lebih lanjut perdarahan dan keputihan lebih banyak disertai infeksi sehingga cairan yang keluar berbau.

E. Pemeriksaan diagnostik
1. Sitologi/Pap Smear
Keuntungan, murah dapat memeriksa bagian-bagian yang tidak terlihat.
Kelemahan, tidak dapat menentukan dengan tepat lokalisasi.
2. Schillentest
Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena tidak mengikat yodium. Kalau porsio diberi yodium maka epitel karsinoma yang normal akan berwarna coklat tua, sedang yang terkena karsinoma tidak berwarna.
3. Koloskopi
Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan lampu dan dibesarkan 10-40 kali.
Keuntungan ; dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga mudah untuk melakukan biopsy.
Kelemahan ; hanya dapat memeiksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio, sedang kelianan pada skuamosa columnar junction dan intra servikal tidak terlihat.
4. Kolpomikroskopi
Melihat hapusan vagina (Pap Smear) dengan pembesaran sampai 200 kali
5. Biopsi
Dengan biopsi dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.
6. Konisasi
Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lendir serviks dan epitel gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil sitologi meragukan dan pada serviks tidak tampak kelainan-kelainan yang jelas.

F. Klasifikasi klinis
- Stage 0: Ca.Pre invasif
- Stage I: Ca. Terbatas pada serviks
- Stage Ia ; Disertai invasi dari stroma yang hanya diketahui secara histopatologis
- Stage Ib : Semua kasus lainnya dari stage I
- • Stage II : Sudah menjalar keluar serviks tapi belum sampai kepanggul telah mengenai dinding vagina. Tapi tidak melebihi dua pertiga bagian proksimal
- Stage III : Sudah sampai dinding panggula dan sepertiga bagian bawah vagina
- Stage IIIB : Sudah mengenai organ-organ lain.

G. Terapi
1. Irradiasi
o Dapat dipakai untuk semua stadium
o Dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk
o Tidak menyebabkan kematian seperti operasi.
Dosis :
Penyinaran ditujukan pada jaringan karsinoma yang terletak diserviks
Komplikasi Irradiasi
o Kerentanan kandungan kencing
o Diarrhea
o Perdarahan rectal
o Fistula vesico atau rectovaginalis
2. Operasi
o Operasi limfadektomi untuk stadium I dan II
o Operasi histerektomi vagina yang radikal
3. Kombinasi (Irradiasi dan pembedahan)
Tidak dilakukan sebagai hal yang rutin, sebab radiasi menyebabkan bertambahnya vaskularisasi, odema. Sehingga tindakan operasi berikutnya dapat mengalami kesukaran dan sering menyebabkan fistula, disamping itu juga menambah penyebaran kesistem limfe dan peredaran darah.
4. Cytostatika : Bleomycin, terapi terhadap karsinoma serviks yang radio resisten. 5 % dari karsinoma serviks adalah resisten terhadap radioterapi, diangap resisten bila 8-10 minggu post terapi keadaan masih tetap sama.

H. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Data dasar
Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang
Data pasien :
Identitas pasien, usia, status perkawinan, pekerjaan jumlah anak, agama, alamat jenis kelamin dan pendidikan terakhir.
Keluhan utama : pasien biasanya datang dengan keluhan intra servikal dan disertai keputihan menyerupai air.
Riwayat penyakit sekarang :
Biasanya klien pada stsdium awal tidak merasakan keluhan yang mengganggu, baru pada stadium akhir yaitu stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti : perdarahan, keputihan dan rasa nyeri intra servikal.
Riwayat penyakit sebelumnya :
Data yang perlu dikaji adalah :
Riwayat abortus, infeksi pasca abortus, infeksi masa nifas, riwayat ooperasi kandungan, serta adanya tumor. Riwayat keluarga yang menderita kanker.
Keadaan Psiko-sosial-ekonomi dan budaya:
Ca. Serviks sering dijumpai pada kelompok sosial ekonomi yang rendah, berkaitan erat dengan kualitas dan kuantitas makanan atau gizi yang dapat mempengaruhi imunitas tubuh, serta tingkat personal hygiene terutama kebersihan dari saluran urogenital.
Data khusus:
a. Riwayat kebidanan ; paritas, kelainan menstruasi, lama,jumlah dan warna darah, adakah hubungan perdarahan dengan aktifitas, apakah darah keluar setelah koitus, pekerjaan yang dilakukan sekarang
b. Pemeriksaan penunjang
Sitologi dengan cara pemeriksaan Pap Smear, kolposkopi, servikografi, pemeriksaan visual langsung, gineskopi.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan (anemia) b.d perdarahn intraservikal
b. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d penurunan nafsu makan
c. Gangguan rasa nyama (nyeri) b.d proses desakan pada jaringan intra servikal
d. Cemas b.d terdiagnose c.a serviks sekunder akibat kurangnya pengetahuan tentang Ca. Serviks dan pengobatannya.
e. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b.d perubahan dalam penampilan terhadap pemberian sitostatika.

3. Perencanaan
Gangguan perfusi jaringan (anemia) b.d perdarahan masif intra cervikal
Tujuan :
Setelah diberikan perawatan selama 1 X 24 jam diharapkan perfusi jaringan membaik
Kriteria hasil :
- Perdarahan intra servikal sudah berkurang
- Konjunctiva tidak pucat
- Mukosa bibir basah dan kemerahan
- Ektremitas hangat
- Hb 11-15 gr %
- Tanda vital 120-140 / 70 - 80 mm Hg, Nadi : 70 - 80 X/mnt, S : 36-37 Derajat C, RR : 18 - 24 X/mnt.
Intervensi :
- Observasi tanda-tanda vital
- Observasi perdarahan ( jumlah, warna, lama )
- Cek Hb
- Cek golongan darah
- Beri O2 jika diperlukan
- Pemasangan vaginal tampon.
- Therapi IV

Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan.
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan kebutuhan nutrisi klien akan terpenuhi
Kriteria hasil :
- Tidak terjadi penurunan berat badan
- Porsi makan yang disediakan habis.
- Keluhan mual dan muntah kurang
Intervensi :
- Jelaskan tentang pentingnya nutrisi untuk penyembuhan
- Berika makan TKTP
- Anjurkan makan sedikit tapi sering
- Jaga lingkungan pada saat makan
- Pasang NGT jika perlu
- Beri Nutrisi parenteral jika perlu.

Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses desakan pada jaringan intra servikal
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan 1 X 24 jam diharapka klien tahu cara-cara mengatasi nyeri yang timbul akibat kanker yang dialami
Kriteria hasil :
- Klien dapat menyebutkan cara-cara menguangi nyeri yang dirasakan
- Intensitas nyeri berkurangnya
- Ekpresi muka dan tubuh rileks
Intervensi :
- Tanyakan lokasi nyeri yang dirasakan klien
- Tanyakan derajat nyeri yang dirasakan klien dan nilai dengan skala nyeri.
- Ajarkan teknik relasasi dan distraksi
- Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien
- Kolaborasi dengan tim paliatif nyeri

Cemas yang b.d terdiagnose kanker serviks sekunder kurangnya pengetahuan tentang kanker serviks, penanganan dan prognosenya.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan selama 1 X 30 menit klien mendapat informasi tentang penyakit kanker yang diderita, penanganan dan prognosenya.
Kriteria hasil :
- Klien mengetahui diagnose kanker yang diderita
- Klien mengetahui tindakan - tindakan yang harus dilalui klien.
- Klien tahu tindakan yang harus dilakukan di rumah untuk mencegah komplikasi.
- Sumber-sumber koping teridentifikasi
- Ansietas berkurang
- Klien mengutarakan cara mengantisipasi ansietas.
Tindakan :
- Berikan kesempatan pada klien dan klien mengungkapkan persaannya.
- Dorong diskusi terbuka tentang kanker, pengalaman orang lain, serta tata cara mengentrol dirinya.
- Identifikasi mereka yang beresiko terhadap ketidak berhasilan penyesuaian. ( Ego yang buruk, kemampuan pemecahan masalah tidak efektif, kurang motivasi, kurangnya sistem pendukung yang positif).
- Tunjukkan adanya harapan
- Tingkatkan aktivitas dan latihan fisik

Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b.d perubahan dalam penampilan sekunder terhadap pemberian sitostatika.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan, konsep diri dan persepsi klien menjadi stabil
Kriteria hasil :
- Klien mampu untuk mengeskpresikan perasaan tentang kondisinya
- Klien mampu membagi perasaan dengan perawat, keluarga dan orang dekat.
- Klien mengkomunikasikan perasaan tentang perubahan dirinya secara konstruktif.
- Klien mampu berpartisipasi dalam perawatan diri.
Intervensi :
- Kontak dengan klien sering dan perlakukan klien dengan hangat dan sikap positif.
- Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikanbperasaan dan pikian tentang kondisi, kemajuan, prognose, sisem pendukung dan pengobatan.
- Berikan informasi yang dapat dipercaya dan klarifikasi setiap mispersepsi tentang penyakitnya.
- Bantu klien mengidentifikasi potensial kesempatan untuk hidup mandiri melewati hidup dengan kanker, meliputi hubungan interpersonal, peningkatan pengetahuan, kekuatan pribadi dan pengertian serta perkembangan spiritual dan moral.
- Kaji respon negatif terhadap perubahan penampilan (menyangkal perubahan, penurunan kemampuan merawat diri, isolasi sosial, penolakan untuk mendiskusikan masa depan.
- Bantu dalam penatalaksanaan alopesia sesuai dengan kebutuhan.
- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain yang terkait untuk tindakan konseling secara profesional.

SECSIO CESAREA

Secsio Cesarea
A. Defenisi
Adalah suatu tindakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi)..(dunn j. Leen obstetrics and gynekology)
B. Etiologi
Ini biasanya dilakukan jika ada gangguan pada salah satu dari tiga faktor yang terlibat dalam proses persalinan yang menyebabkan persalinan tidak dapat berjalan lancar dan bila dibiarkan maka dapat terjadi komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin. 3 faktor tersebut adalah :
• Jalan lahir (passage)
• Janin (passanger)
• Kekuatan yang ada pada ibu (power)
C. Indikasi
Didasarkan atas 3 faktor :
1. Faktor janin.
a. Bayi terlalu besar
Berat bayi 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir. Dengan perkiraan berat yang sama tetapi pada ibu yang berbeda maka tindakan persalinan yang dilakukan juga berbeda. Misalnya untuk ibu yang mempunyai panggul terlalu sempit, berat janin 3000 gram sudah dianggap besar karena bayi tidak dapat melewati jalan lahir. Selain janin yang besar, berat janin kurang dari 2,5 kg, lahir prematur, dan dismatur, atau pertumbuhan janin terlambat , juga menjadi pertimbangan dilakukan seksiocaesarea.
b. Kelainan letak
- Letak sungsang.
Resiko bayi lahir sungsang dengan presentasi bokong pada persalinan alami diperkirakan 4x lebih besar dibandingkan keadaan normal. Pada bayi aterm, tahapan moulage kepala sangat penting agar kepala berhasil lewat jalan lahir. Pada keadaan ini persalinan pervaginam kurang menguntungkan. Karena ; pertama, persalinan terlambat beberapa menit, akibat penurunan kepala menyesuaikan dengan panggul ibu, padahal hipoksia dan asidosis bertambah berat. Kedua, persalinan yang dipacu dapat menyebabkan trauma karena penekanan, traksi ataupun kedua-duanya. Misalnya trauma otak, syaraf, tulang belakang, tulang rangka dan viseral abdomen.
- Letak lintang.
Kelainan letak ini dapat disebabkan karena adanya tumor dijalan lahir, panggul sempit, kelainan dinding rahim, kelainan bentuk rahim, plesenta previa, cairan ketuban pecah banyak, kehamilan kembar dan ukuran janin. Keadaan tersebut menyebabkan keluarnya bayi terhenti dan macet dengan presentasi tubuh janin di dalam rahim. Bila dibiarkan terlalu lama, mengakibatkan janin kekurangan oksigen dan meyebabkan kerusakan otak janin.
- Gawat janin
Diagnosa gawat janin berdasarkan pada keadaan kekurangan oksigen (hipoksia) yang diketahui dari DJJ yang abnormal, dan adanya mekonium dalam air ketuban. Normalnya, air ketuban pada bayi cukup bulan berwarna putih agak keruh, seperti air cucian beras. Jika tindakan seksio caesarea tidak dilakukan, dikhawatirkan akan terjadi kerusakan neurologis akibat keadaan asidosis yang progresif.
- Janin abnormal
Misalnya pada keadaan hidrosefalus, kerusakan Rh dan kerusakan genetik.
2. Plasenta
a. Plasenta previa.
Posisi plasenta terletak di bawah rahim dan menutupi sebahgian dan atau seluruh jalan lahir.
Dalam keadaan ini, plasenta mungkin lahit lebih dahulu dari janin. Hal ni menyebabkan janin kekurangan O2 dan nutrisi yang biasanya diperoleh lewat plasenta. Bila tidak dilakukan SC, dikhawatirkan terjadi perdarahan pada tempat implantasi plasenta sehingga serviks dan SBR menjadi tipis dan mudah robek.
b. Solusio plasenta
Keadaan dimana plasenta lepas lebih cepat dari korpus uteri sebelum janin lahir. SC dilakukan untuk mencegah kekurangan oksigen atau keracunan air ketuban pada janin. Terlepasnya plasenta ditandai dengan perdarahan yang banyak, baik pervaginam maupun yang menumpuk di dalam rahim.
c. - Plasenta accreta
Merupakan keadaan menempelnya sisa plasenta di otot rahim. Jika sisa plasenta yang menempel sedikit, maka rahim tidak perlu diangkat, jika banyak perlu dilakukan pengangkatan rahim.
d. Yasa previa
Keadaan dimana adanya pembuluh darah dibawah rahim yang bila dilewati janin dapat menimbulkan perdarahan yang banyak.
3. Kelainan tali pusat.
a. Pelepasan tali pusat (tali pusat menumbung)
Keadaan dimana tali pusat berada di depan atau di samping bagian terbawah janin, atau tali pusat telah berada dijalan lahir sebelum bayi, dan keadaan bertambah buruk bila tali pusat tertekan.
b. Terlilit tali pusat
Lilitan tali pusat ke tubuh janin akan berbahaya jika kondisi tali pusat terjepit atau terpelintir sehinggga aliran oksigen dan nutrisi ketubuh janin tidak lancar. Lilitan tali pusat mengganggu turunnya kepala janin yang sudah waktunya dilahirkan.
c. Bayi kembar
Kelahiran kembar mempunyai resiko terjadinya komplikasi yang lebih tinggi misalnya terjadi preeklamsia pada ibu hamil yang stress, cairan ketuban yang berlebihan.
4. Faktor ibu
a. Usia
Ibu ynag melahirkan untuk pertama kalinya diatas 35th, memiliki resiko melahirkan dengan seksiocaesarea karena pada usia tersebut ibu memiliki penyakit beresiko seperti hipertensi, jantung, DM, dan preeklamsia.
b. Cephalopevic disspiroprion.
Ukuran panggul yang sempit dan tidak proporsional dengan ukuran janin menimbulkan kesulitan dalam persalinan pervaginam. Panggul sempit lebih sering pada wanita dengan tinggi badan kurang dari 145 cm. Kesempitan panggul dapat ditemukan pada satu bidang atau lebih, PAP dianggap sempit bila konjunctiva vera kurang dari 10 cm atau diameter transversal <12>6 minggu solusio plasenta, dan emboli air ketuban.
Retensio plasenta atau plasenta rest, :gangguan pelepasan plasenta menimbulakan perdarahan dari tempat implantasi palsenta
c. Infeksi
Setiap tindakan operasi vaginal selalu diikuti oleh kontaminasi bakteri, sehingga menimbulkan infeksi. Infeksi makin meningkat apabila didahului oleh :
Keadaan umum yang kurang baik: anemia saat hamil, sudah terdapat manipulasi intra-uterin, sudah terdapat infeksi.
Perluakaan operasi yang menjadi jalan masuk bakteri.Terdapat retensio plasenta
Pelaksanaan operasi persalinan yang kurang legeartis.
d. Trauma tindakan operasi persalinan .
Operasi merupakan tindakan paksa pertolongan persalinan sehingga menimbulkan trauma jalan lahir. Trauma operasi persalinan dijabarkan sebagai berikut :
- Perluasan luka episiotomi
- Perlukaan pada vagian
- Perlukaan pada serviks
- Perlukaan pada forniks-kolfoporeksis
- Terjadi ruptura uteri lengkap atau tidak lengkap
- Terjadi fistula dan ingkontinensia
5. Komplikasi pada janin
Terjadi ”trias komplikasi” bayi dalam bentuk : asfiksia, trauma tindakan, dan infeksi.
a. Asfiksia
- Tekanan langsung pada kepala yang mengakibatkan penekanan pusat-pusat vital pada medula oblongata
- Aspirasi oleh air ketuban, mekonium,dan cairan lambung
- Perdarahan atau edema jaringan saraf pusat.
b. Trauma langsung pada bayi
- Fraktura ekstremitas
- Dislokasi persendian
- Ruptur alat-alat vital :hati, lien dan robekan pada usus.
- Fraktur tulang kepala
- Perdarahan atau trauma jaringan otak
- Trauma langsung pada mata, telinga, hidung, dan lainnya.
c. Infeksi. Dapat terjadi infeksi ringan sampai sepsis yang dapat menyebabkan kematian.

Asuhan keperawatan pada klien post natal dengan SC
A. Pengkajian
1. Identitas klien : nama, umur, tempat/tangal lahir, alamat, pekerjaan.
2. Riwayat kesehatan sekarang
- Nyeri bekas insisi
- Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah karena anestesi spinal dan epidural
- Ketidaknyamanan atau distensi abdomen dan kandung kemih
- Mulut terasa kering
- Perasaan penuh pada abdomen
- Kesulitan BAB
- Nyeri/ sakit kepala dan kelemahan
- Klien merasa cemas, gelisah, gembira atau ekspresi lainnya.
3. Riwayat kesehatan dahulu
- Riwayat pada saluran urogenital
- Riwayat SC klasik
- Riwayat obstetri yang jelek
- Riwayat pre-eklamsia dan eklamsia selama kehamilan dan kehamilan sebelumnya
- Riwayat tumor jalan lahir
- Riwayat stenosis serviks / vagina pada post partum terdahulu
- Riwayat primigravida tua
4. Riwayat kesehatan keluarga
- Riwayat DM
- Riwayat penyakit menular dalam keluarga
5. Riwayat menstruasi
- Siklus menstruasi
- Lama menstruasi
- Gangguan menstruasi seperti dismenorhea, hipermenorhea dll
- Umur menarche
6. Riwayat perkawinan
- Riwayat menikah
- Riwayat waktu pertama kali mendapat keturunan
7. Riwayat keluarga berencana
- Alat kb yang digunakan
- Lama & waktu penggunaan
- Efek yang dirasakan
-
B. Pemeriksaan fisik:
1. Tanda-tanda vital :tekanan darah, suhu, pernafasan dan nadi.
Keadaan umum. Kesadaran : composmentis
- Klien terlihat cemas dan gelisah dan tidak mampu mempertahankan kontak mata, Bibir/ mulut kering
Sirkulasi : Kehilangan darah selama pembedahan sekitar 600-800 ml.
Reproduksi : Fundus mengalami kontraksi yang terdapat di umbilikalis, Aliran lochea sedang, bekas bekuan belebihan/ banyak.
Pernafasan : Bunyi paru jelas dan vesikuler
Eliminasi : Terpasang kateter urinarius redweling, urin jernih.
Abdomen : Tidak terdapat distensi, ukur jumlah bising usus.
Neurosensori : Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah pengaruh anestesi spinal dan epidural
Keamanan : Balutan abdomen bersih atau bisa tampak sedikit noda .
2. Pemeriksaan diagnostik:
a. Hitung darah lengkap, Hb, Ht.
b. Urinalisis :kultur urin, darah, vagina, lochea.
C. Diagnosa keperawatan
a. Ketidaknyamanan : nyeri b.d trauma pembedahan, afek anestasi, efek hormonal, distensi kandung kemih / abdomen.
b. Resiko infeksi b.d prosedur invasif, pecah ketuban, kerusakan kulit, penurunan hemoglobin, pemajanan pada patogen.
c. Resiko cidera b.d kehilangan darah berlebihan, trauma jaringan, perlambatan mobilisasi, gastrik, efek anastesi,.
d. Ansietas b.d krisis situasi, ancaman konsep diri, kbutuhan tak terpenuhi.
e. Perubahan eliminasi urin b.d trauma urogenotal, efek-efek hormonal, efek enestasi
f. Konstipasi b.d penurunan tonus otot, motilitas usus, nyeri perineal dan rektal.
g. Perubahan proses keluarga b.d penambahan jumlah anggota keluarga
h. Harga diri rendah b.d merasa gagal dalam peristiwa kehidupan.

D. Intervensi keperawtan
1. Dx. 1 Ketidaknyamanan: nyeri b.d trauma pembedahan, efek anestesi, efek hormonal, distensi kandung kemih/abdomen.
Tujuannya : mengurangi nyeri yang dirasakan pasien dan meningkatkan kenyamanan pasien.
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan penurunan rentang nyeri
b. Tampak rileks, mampu tidur/ istirahat dengan baik.
c. Ttv dalam batas normal
Intervensi mandiri dan Rasional
a. Tentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyamanan. Perhatikan isyarat verbal&nonverbalRas : Membedakan karakteristik pasca operasi dan terjadinya komplikasi
b. Evaluasi tekanan darah dan nadi
Ras : Nyeri dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut nadi
c. 3.Perhatikan nyeri tekan uterus dan adanya nyeri penyerta
Ras : Selama 12 jam pp, kontraksi uterus kuat dan teratur dan berlanjut sampai 2-3 hari, meskipun frekuensi dan intensitasnya menurun secara bertahap. Nyeri penyerta akibat over kontraksi uterus, menyusui.
d. Ubah posisi klien, kurangi rangsangan yang berbahaya dan berikan masase pungungRas : Merilekskan dan mengalihkan perhatian ari sensasi nyeri
e. Palpasi kandung kemih
Ras : Overdistensi kandung kemih dapat menimbulkan ketidaknyamanan.
f. Anjurkan posisi berbaring datar
Ras : Merinagnkan gejala sakit kepala akibat peningkatan tekanan css
Intervensi kolaborasi
g. Beri analgesik setiap 3-4 jam, berikan obat 48-60 menit sebelum menyusuiRas : Meningkatkan kenyamanan
h. Tinjau ulang penggunaan analgetik terkontrol dan sesuai indikasi
Ras : Analgetik yang terkontrol dapt menghilangkan nyeri dengan cepat dan tanpa efek samping
2. Dx 2. Resiko infeksi b.d prosedur invasif, pecah ketuban, kerusakan kulit, penurunan hemoglobin, pemajanan pada patogen.
Tujuan :
a. infeksi tidak terjadi pada ibu
b. pencapaian tepat waktu pada pemulihan luka tanpa komplikasi
Intervensi mandiri
Rasional
a. Tinjau ulang kondisi/faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu pecah ketuban.
Ras : Kondisi dasar ibu, seperti diabetes atau hemoragi, menimbulkan potensial resiko infeksi atau penyembuhan luka yang buruk. Resiko korioamnionitis meningkat dengan berjalannya waktu, sehingga meningkatkan resiko infeksi ibu dan janin.
b. Kaji terhadap tanda dan gejala infeksi (misalnya: peningkatan suhu, nadi, jumlah sel darah putih, atau bau/warna rabas vagina).
Ras : Pecah ketuban terjadi 24jam sebelum pembedahan dapat menyebabkan amnionitis sebelum intervensi bedah dan dapat mengubah penyembuhan luka.
c. Berikan perawatan perineal sedikitnya setiap 4 jam bila ketuban telah pecah.
Ras : Menurunkan resiko infeksi asenden.
Intervensi kolaborasi
d. Lakukan persiapan kulit pra operatif, scrub sesuai protokol.
Ras : Menurunkan resiko kontaminan kulit memasuki insisi, menurunkan resiko infeksi pasca operrasi.
e. Dapatka kultur darah, vagina, plasenta sesuai indikasi.
Ras : Mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan tingkat keterlibatan.

HISTEREKTOMI

Histerektomi
Histerektomi adalah operasi pengangkatan kandungan (rahim, uterus) seorang wanita. Dengan demikian, setelah menjalani histerektomi seorang wanita tidak mungkin lagi untuk hamil dan mempunyai anak.
Histerektomi biasanya dilakukan karena berbagai alasan. Penyebab yang paling sering dilakukan histerektomi adalah adanya kanker mulut rahim atau kanker rahim.

Beberapa penyebab lain adalah :
• Fibroid, yaitu tumor jinak rahim, terutama jika tumor ini menyebabkan perdarahan berkepanjangan, nyeri panggul, anemia, atau penekanan pada kandung kencing.
• Endometriosis, dimana dinding rahim bagian dalam seharusnya tumbuh di rahim saja, tetapi ikut tumbuh di indung telur (ovarium), tuba Fallopi, atau organ perut dan rongga panggul lainnya.
• Prolapsus uteri, yaitu keluarnya kandungan melalui vagina.
• Dll

Histerektomi terbagi dalam beberapa jenis yaitu :
• Histerektomi parsial (subtotal). Pada histerektomi jenis ini, kandungan diangkat tetapi mulut rahim (serviks) tetap ditinggal. Oleh karena itu, penderita masih dapat terkena kanker mulut rahim, sehingga masih perlu pemeriksaan Pap smear secara rutin.
• Histerektomi total, yaitu mengangkat kandungan termasuk mulut rahim.
• Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral, yaitu pengangkatan uterus, mulut rahim, kedua tuba fallopi, dan kedua ovarium. Pengangkatan ovarium menyebabkan keadaan seperti menopause.
• Histerektomi radikal, dimana histerektomi diikuti dengan pengangkatan bagian atas vagina serta jaringan dan kelenjar limfe di sekitar kandungan. Operasi ini biasanya dilakukan pada beberapa jenis kanker tertentu.
Selain itu, histerektomi dapat dilakukan melalui irisan di perut atau melalui vagina. Pilihan teknik ini tergantung pada jenis histerektomi yang akan dilakukan, jenis penyakit yang mendasari, dan berbagai pertimbangan lain.

PENYAKIT IMUNOLOGI ( AIDS dan HIV )

PENYAKIT IMUNOLOGI ( AIDS dan HIV )



PENGERTIAN
AIDS adalah kependekan dari ‘Acquired Immune Deficiency Syndrome’. AIDS disebabkan oleh virus yang disebut HIV atau Human Immunodeficiency Virus. Kecenderungan infeksi HIV pada perempuan dan anak aeningkat sehingga diperlukan berbagai upaya untuk mencegah infeksi HIV pada perempuan, serta mencegah penularan HIV dari ibu hamil ke bayi. Untuk itu kita perlu upaya yang dikenal dengan PMTCT(Prevention of Mother to Child HIV Transmission).
Perkiraan Risiko dan Waktu Penularan HIV dari Ibu ke Bayi
Waktu Risiko
Selama Kehamilan 5 – 10%
Ketika Persalinan 10 – 20%
Melalui Air Susu Ibu 10 – 15%
Keseluruhan Risiko Penularan 25 – 45%
Faktor Resiko Penularan HIV
 Selama Kehamilan:
• Viral load ibu yang tinggi (infeksi baru / AIDS lanjut)
• Infeksi plasenta (virus, bakteri, parasit)
• Infeksi menular seksual
 Selama Persalinan:
• Viral load ibu tinggi
• Pecah ketuban dini (lebih 4 jam)
• Persalinan yang invasif
• Chorioamnionitis


 Selama Menyusui:
• Viral load ibu tinggi
• Durasi menyusui yang lama
• Makanan campuran pada tahap awal
• Mastitis / abses pada payudara
• Status gizi yang buruk
• Penyakit mulut pada bayi
Risiko penularan HIV dari ibu ke bayi bisa dikurangi (dari 25 - 45%) menjadi 2% jika dilakukan :
• Pemberian obat ARV pada saat kehamilan & persalinan
• Operasi seksio sesarea
• Pemberian susu formula, kepada bayi yang dilahirkan
PMTCT secara komprehensif menggunakan empat prong:
Prong Œ: Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduktif;
Prong : Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif;
Prong Ž: Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke bayi yang dikandungnya;
Prong : Memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu HIV positif beserta
bayi dan keluarganya.


















TUJUAN
1. Memberikan pelayanan wanita hamil dengan HIV-AIDS.
2. Memilih persalinan wanita hamil dengan HIV-AIDS.
3. Mengetahui pengelolaan postpartum wanita dengan HIV-AIDS.



PROSEDUR

Pelayanan Kehamilan
• Setiap wanita hamil mendapatkan pelayanan seperti prosedur ANC
• Setiap wanita hamil mendapatkan informed consent tentang HIV-AIDS, dan meminta kesediaan untuk dilakukan test.
• Apabila hasil positif ibu hamil diharskan berkunjung ke klinik VCT
• Perlunya pemberian ARV profilaksis pada ibu hamil sesuai dengan skenario pemberian ARV.

Skenario Pemberian ARV
1. Odha dengan indikasi ART & kemungkinan hamil
Rejimen untuk ibu
ZDV (d4T) + 3TC + NVP
(hindari EFV)






2. Odha sedang menggunakan ART & kemudian hamil
Rejimen untuk ibu Rejimen untuk bayi
- Lanjutkan rejimen (ganti dgn NVP atau PI jika sedang menggunakan EFV pd trimester I)
- Lanjutkan dgn ARV yg sama selama & sesudah persalinan - ZDV 1 minggu + NVP dosis tunggal dlm 72 jam pertama; atau
- ZDV 1 minggu; atau
- NVP dosis tunggal dlm 72 jam pertama

3. Odha hamil dengan indikasi ART
Rejimen untuk ibu Rejimen untuk bayi
- ZDV (d4T) + 3TC + NVP
- Hindari EFV pada trimester pertama
- Jika mungkin hindari ARV sesudah trimester pertama - ZDV 1 minggu + NVP dosis tunggal dalam 72 jam pertama; atau
- ZDV 1 minggu; atau
- NVP dosis tunggal dlm 72 jam pertama


4. Odha hamil dan belum ada indikasi ART
Rejimen untuk ibu Rejimen untuk bayi
- ZDV mulai 28 minggu + NVP dosis tunggal pada awal persalinan - ZDV 1 minggu + NVP dosis tunggal dalam 72 jam pertama
Alternatif Alternatif
a. Hanya ZDV mulai 28 minggu a. ZDV 1 minggu
b. ZDV + 3TC mulai 36 minggu, selama persalinan, 1 minggu sesudah persalinan b. ZDV 1 minggu
c. NVP dosis tunggal pada awal persalinan c. NVP dosis tunggal dalam 72 jam pertama

5. Odha hamil dengan indikasi ART tetapi belum menggunakan ARV
Rejimen untuk ibu Rejimen untuk bayi
- ZDV mulai 28 minggu + NVP dosis tunggal pada awal persalinan - ZDV 1 minggu + NVP dosis tunggal dalam 72 jam pertama
Alternatif Alternatif
a. Hanya ZDV mulai 28 minggu a. ZDV 1 minggu
b. ZDV + 3TC mulai 36 minggu, selama persalinan, 1 minggu sesudah persalinan b. ZDV 1 minggu
c. NVP dosis tunggal pada awal persalinan c. NVP dosis tunggal dalam 72 jam pertama


6. Odha hamil dengan TB aktif
OAT yg sesuai tetap diberikan
Rejimen untuk ibu
Bila akan menggunakan ART:
- ZDV (d4T) + 3TC + SQV/r
Bila pengobatan mulai trimester III:
- ZDV (d4T) + 3TC + EFV
Bila belum akan menggunakan ARV:
- skenario 4

7. a. Bumil dalam masa persalinan & tidak diketahui status HIV
Tawarkan konseling dan testing dalam masa persalinan; atau konseling dan testing setelah persalinan (ikuti skenario 8)
Jika hasil tes positif:
Rejimen untuk ibu Rejimen untuk bayi
a. NVP dosis tunggal a. NVP dosis tunggal
b. Bila persalinan sudah terjadi à ikuti skenario 8; atau b. NVP dosis tunggal
c. ZDV + 3TC pada saat persalinan dilanjutkan 1 minggu setelah persalinan c. ZDV + 3TC selama 1 minggu

b. Odha datang pada persalinan & belum mendapat ART
Rejimen untuk ibu Rejimen untuk bayi
a. NVP dosis tunggal a. NVP dosis tunggal
b. Bila persalinan sudah terjadi à ikuti skenario 8;
atau b. NVP dosis tunggal
c. ZDV + 3TC pada saat persalinan dilanjutkan 1 minggu setelah persalinan c. ZDV + 3TC selama 1 minggu

8. Bayi lahir dari Odha yang belum pernah mendapat ART
Rejimen untuk bayi:
• NVP dosis tunggal sesegera mungkin; ditambah
• ZDV selama 1 minggu (usahakan diberikan sebelum 2 hari)


ACTG 076 Protocol

Antepartum : ZDV 300mg 2x/hr atau 200mg
3x/hr mg 14 sampai melahirkan
Intrapartum : ZDV IV 2mg/kg jam pertama,
lalu 1mg/kg/jam sampai
melahirkan
Postpartum : ZDV syrup 2mg/kg tiap 6 jam

Keamanan obat ARV untuk ibu hamil dan bayinya
 Semua obat ARV diketahui ada kaitannya dengan toksisitas
 Obat ARV dapat digunakan selama kehamilan:
• sebagai terapi kombinasi yang poten untuk ibu hamil
• sebagai obat profilaksis (tunggal, dua atau tiga macam) untuk mencegah infeksi HIV pada bayi

Risiko Profilaksis ARV
 Besarnya risiko profilaksis ARV terhadap perempuan, janin dan bayi tergantung kepada:
• waktu pajanan
• lama pajanan
• jumlah obat
 Perubahan fisiologi selama kehamilan mempengaruhi distribusi, metabolisme dan eliminasi obat, sehingga menyulitkan prediksi farmakokinetik ARV
 Studi farmakokinetik utk ZDV, 3TC, ddI, d4T dan NVP à tidak perlu penyesuaian dosis

Toksisitas dan kontra-indikasi NRTI
 Efek samping tersering dari ZDV, ZDV+3TC: mual, sakit kepala, mialgia, insomnia dan biasanya berkurang jika tetap diberikan
 Kontra indikasi ZDV, ZDV+3TC: alergi obat, Hb < 7 g/dL, netropenia (<750 sel/mm3), disfungsi hepar atau ginjal yang berat

Toksisitas dan kontra-indikasiNRTI
 Efek toksik pada ibu hamil jarang namun berbahaya: asidosis laktat, hepatic steatosis, pankreatitis, toksisitas mitokondria lain.
 Toksisitas jangka pendek pada bayi (ZDV) yg penting: anemi (makin lama pajanan makin berat anemi dan reversibel)

Toksisitas dan kontra-indikasi NNRTI
 Efek samping terbesar dari NVP: hepatotoksisk dan ruam kulit (jarang).
• Jumlah CD4 > 250: hepatotoksik 10x dp CD4 yg rendah
 Kontra indikasi NVP: alergi thd NVP atau derivat benzodiazepine


Toksisitas dan kontra-indikasiNNRTI
• Pada janin: jika pajanan lama à toksisitas hematologi termasuk netropeni, hepatotoksik, ruam kulit

Pemberian ARV
• Di bawah pengawasan dokter
• Jelaskan efek samping yang dapat terjadi
• Post partum, ARV dilanjutkan untuk meningkatkan kualitas hidup ibu
• Sebaiknya ada pendamping minum ARV, karena tingkat kepatuhan sangat menentukan efektivitas hasil penggunaan ARV


Pelayanan Persalinan
• Persalinan ibu hamil dengan HIV-AIDS adalah operasi seksio sesarea (SC).
• Pelaksanaan operasi harus sesuai dengan prosedur Kewaspadaan Universal.

Pelayanan Post-partum
• Pelayanan post partum sesuai dengan prosedur pengelolaan pasca SC
• Pelaksanaan pelayanan harus memperhatikan prosedur Kewaspadaan Universal.